Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial
yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, kemiskinan merupakan konsep
dan fenomena yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. SMERU, misalnya
menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri:
1. Ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (papan, sandang, pangan).
2. Ketiadaan
akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi,
air bersih dan transportasi).
3. Ketiadaan
jaminan masa depan (karna tiada investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanana
terhadap goncangan yang bersifat individual maupun masal.
5. Rendahnya
kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam.
6. Ketida
kterlibatan dalam kegiatan social masyarakat.
7. Ketiadaan
akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharia yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan
untuk berusaha karna cacat fisik maupun mental.
9. Ketidak
mampuan dan ketidak beruntungan social (anak terlantar, wanita korban tindak
kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).[1][24]
Konsepsi kemiskinan yang bersifat
multidimensional ini kiranya lebih tepat juga digunakan sebagai pisau analisis
dalam mendefinisikan kemiskinan dan merumuskan kebijakan penanggulangan
kemiskinan di Indonesia. Adapun dimensi kemiskinan menurut Edi Suharto;
menyangkut beberapa aspek-aspek sebagai berikut:
1. Aspek ekonomi
Secara ekonomi, kemiskinan dapat di difinisikan sebagai
kekurangan sumberdaya yang dapat di gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.
2. Aspek Politik
Kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap
kekuasaan (power). Kekuasaan dalam pengertiaan ini mencakup tatanan system
politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan
menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar terhadap pertanyaan ini,
yaitu:
a. Bagaimana orang dapat memampaatkan sumberdaya yang ada dalam
masyarakat,
b. Bagaimana orang turut ambil bagian dalam dalam pembuatan
keputusan penggunaan sumber dana yang tersedia,
c. Bagaiman kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
kegiatan kemasyarakatan.
3. Aspek social-psikologis
Kemiskinan secara social-psikologis menunjukkan pada
kekurangan jaringan dan struktur social yang mendukung dalam mendapatkan
kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas.[2][25]
Paradigma kemiskinan. Kemiskinan
pada hakekatnya merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak ummat manusia
ada. Hingga saat ini belum ditemukan suatu rumusan maupun formula penanganan
kemiskinan yang dianggap paling jitu dan sempurna. Tidak ada konsep tunggal
tentang kemiskinan. Strategi penangulangan kemiskinan masih harus terus menerus
dikembangkan. Bila dipetakan, literatur mengenai kebijakan sosial dan pekerjaan
sosial menurut Edi Suharto, menunjukkan dua pradigma seperti tabel berikut:[3][26]
PRADIGMA
|
Neo-Liberal
|
Demokrasi-Sosial
|
Landasan Teoritis
|
Individual
|
Struktural
|
Konsep dan indicator kemiskinan
|
Kemiskinan Absolut
|
Kemiskinan Relatif
|
Penyebab Kemiskinan
|
Kelemahan dan pilihan-pilihan
individu; lemahnya pengaturan pendapatan; lemahnya kepribadiaan (malas,
pasrah, bodoh).
|
Ketimpangan struktur ekonomi dan
politik; ketidak adilan sosial
|
Strategi penanggulangan kemiskinan
|
§
Penyaluran pendapatan terhadap
orang miskin secara selektif.
§
Member pelatihan keterampilan
pengelolaan keuangan melalui inisiatif masyarakat dan LSM.
|
§
Penyaluran pendapatan secara
universal
§
Perubahan fundamental dalam
pola-pola pendistribusian pendapatan melalui Negara dan kebijakan social.
|
[1][24]
Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat
Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan social dan
Pekerjaan Sosial, Cet .3, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2009), hal. 132
[2][25]
Ibid
[3][26]
Ibid
0 comments:
Posting Komentar