I.
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan pembangunan pertanian arti luas adalah
meningkatkan status sosial ekonomi atau taraf hidup masyarakat, termasuk petani
dan buruh tani, yang merupakan kelompok
bersar di antara stakeholder lainnya.
Tujuan ini diharapkan dicapai secara sinergis dengan tujuan-tujuan lainnya
seperti peningkatan ketahanan pangan, peningkatan produksi padi, peningkatan layanan
penyediaan beras, dan program pembangunan lainnya. Pembangunan pertanian juga
diharapkan mendukung program ketahanan pangan terutama sebagai penyediaan bahan
pangan. Karena tujuan yang jamak ini maka peningkatan status sosial ekonomi dan
pemberdayaan petani sering kali tidak diutamakan.
Pemerintah telah bertekat untuk meningkatkan taraf hidup MASYARAKAT,
termasuk petani dan buruh tani, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan
masyarakat seperti yang diamanatkan dalam UUD 45. Bebagai program pembangunan
dilakukan ke arah pencapaian tujuan ini. Namun demikian apa yang telah dilakukan
melalui pembangunan sektor-sektor pangan dan agrokompleks masih harus terus
ditingkatkan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pemberdayaan masyarakat
tani menuju peningkatan ketahanan pangan dengan cara menyediakan tenaga
pendamping bagi petani dalam seluruh kegiatan agribisnis padi. Melalui
pendampingan kepada petani diharapkan bahwa percepatan pencapaian tujuan pembangunan
dapat terlaksana. Oleh karena itu program pendampingan ini harus dilihat
sebagai program prioritas dalam pembangunan sektor pangan dan pertanian.
II.
PENDAMPINGAN KELOMPOK PETANI
Dengan fungsi serta peran pemerintah seperti sekarang
ini, dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak lagi semata-mata berperan sebagai
pelaku bisnis atau aktor ekonomi dan juga tidak melakukan intervensi harga dan
pasar. Dengan kata lain, di masa depan intervensi pemerintah akan bertumpu pada
intervensi non-ekonomi dalam bentuk pengaturan (regulasi), pelayanan publik,
pembinaan dan pengawasan. Dengan adanya peran seperti ini maka dengan sendirinya
kegiatan produksi serta kegiatan ekonomi lainnya berlangsung dengan hanya
berdasarkan signyal-signyal pasar dan harga. Itu berarti juga bahwa setiap
orang memiliki peluang untuk masuk dalam kegiatan ekonomi sesuai dengan
kemampuan dan kapasitasnya.
Permasalahannya ialah apakah petani sebagai stakeholder utama pembangunan pertanian dapat
masuk ke dalam struktur ekonomi yang dimaksud dengan kekuatan dan kapasitas
yang sekarang dimilikinya. Jawaban normatif terhadap persoalan ini yaitu bahwa
apabila petani dengan kemampuan dan kapasitasnya dibiarkan masuk ke dalam
struktur ekonomi yang bebas bersaing maka barangkali saja mereka tidak akan
mampu untuk melakukannya. Petani skala kecil bisa saja tergilas dan akhirnya
keluar dari sistem produksi yang membuat mereka mengalami proses marjinalisasi
sosial dan ekonomi. Untuk itu meskipun pada dasarnya peluang yang sama
diberikan kepada setiap orang, bagi petani skala kecil masih diperlukan
perlakuan khusus yang memungkinkan mereka berkembang untuk akhirnya dapat berperan
sendiri tanpa perlu campur tangan pemerintah.
2.1. Dasar
Pemikiran dan Hakekat Pendampingan
2.1.1.
Kegagalan pasar dan nilai-nilai subjektivitas
Alasan utama perlu adanya intervensi pemerintah dalam hal
memberikan pembinaan khusus kepada petani baik berupa percepatan transfer
informasi, perbaikan teknologi produksi, peningkatan manajemen usaha tani,
serta pemberdayaan petani dalam hal pasca panen dan pemasaran adalah kegagalan
sistem dan struktur ekonomi (market
failure). Kegagalan pasar membuat petani tidak dapat berpartisipasi secara
baik dalam struktur dan sistem yang ada. Adanya kegagalan ini membuat juga
sehingga pemerintah harus ikut terlibat dalam hal memperkuat dan memberdayakan
petani supaya tujuan pembangunan agrokompleks untuk meningkatkan taraf dan
status sosial ekonomi petani dapat dicapai. Keterlibatan atau intervensi
pemerintah dalam hal memberikan perhatian khusus kepada petani tetap berada
dalam konteks menciptakan kondisi pasar yang bersaing secara adil, namun tetap
memberikan kesempatan kepada petani sebagai stakeholder
utama. Perlakuan khusus yang diberikan kepada petani adalah sebagai berikut:
Pertama, Pemerintah
menjamin bahwa mekanisme pasar yang terbentuk akan bermuara pada penggunaan
sumberdaya modal secara efisien yang berdasarkan pada pasar faktor produksi
(input) dan produk (output) yang kompetetif. Hal ini berarti bahwa tidak ada halangan atau rintangan untuk
pelaku ekonomi agrokompleks ikut aktif dalam kegiatan agribisnis karena mereka
semua memiliki informasi yang sem-purna tentang bisnis yang ditekuninya. Dalam
hubungan ini, pemerintah perlu mengeluarkan aturan main dalam bentuk peraturan
perundang-undangan serta stuktur legal
yang mendasari terciptanya kondisi pasar yang kompetetif.
Ke dua, bila karena
perubahan harga dan biaya, kegiatan ekonomi agrokompleks menjadi tidak
efisien maka pemerintah perlu ikut
terjun secara langsung dalam kegiatan agrokompleks. Bisnis agrokompleks yang
tidak efisien bisa saja disebabkan sifat-sifat agrokompleks itu sendiri yang
tidak memberikan insentif bagi swasta untuk masuk ke dalam bisnis itu.
Ke tiga, meskipun
struktur legal sudah tersedia dan semua rintangan bisnis telah dihilangkan
namun bila bisnis tidak berkembang maka ini menandakan adanya eksternalitas
yang bermuara pada kegagalan pasar. kondisi ini membuituhkan campur tangan
sektor publik.
Ke empat, nilai-nilai
sosial (social values) diperlukan
dalam rangka distribusi pendapatan dan kesejahteraan, realokasi serta transmisi
sumber daya antar kelompk, wilayah, dan
perlindungan terhadap hak-hak pemilikan. Nilai-nilai sosial tersebut
dapat dijamin melalui keterlibatan sektor publik.
Ke lima, pertimbangan
politik diperlukan dalam upaya pencapaian beberapa tujuan pembangunan lainnya
seperti penyerapan tenaga lerja, stabilitas harga, tingkat pertumbuhan yang
diiginkan, serta realokasi barang dan jasa secara adil. Kebijakan publik
diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan ini.
Berdasarkan kelima hal tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa pemberdayaan petani dalam bentuk pendampingan patut dilakukan oleh
pemerintah karena apabila ini tidak dilakukan maka sistem dan struktur pasar
yang tercipta cenderung akan bias dari tujuan memberdayakan petani sebagai stakeholder utama pembangunan
agrokompleks. Apabila tidak dilindungi dan diberikan perlakuan khusus, misalnya
dalam bentuk pemihakan dan pendampingan maka petani sebagai bagian terbesar
rakyat Indonesia akan tergilas oleh sistem ekonomi yang bersaing secara
sempurna.
2.1.2. Ketidaksiapan
Aparatur dan Prasarana
Pembinaan dan pemberdayaan petani dalam bentuk kegiatan
pen-dampingan juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Kegiatan ini dilakukan
melalui lembaga pemerintah yang berada di tingkat pusat dan daerah. Secara umum
dapat diindentifikasi lembaga-lembaga yang tugas dan fungsinya melakukan pembinaan
dan pemberdayaan petani. Lembaga-lembaga tersebut adalah Badan Litbang
Agrokompleks (Badan Litbang), berbagai direktorat jenderal teknis dalam lingkup
Departemen Agrokompleks, Badan Pendidikan dan Pelatihan, Sekretariat Pengendali
Bimas, serta lembaga lainnya yang berada di tingkat nasional. Di tingkat daerah
lembaga-lembaga ini memiliki institusi yang berkewajiban menjabarkan kebijakan
pusat atau nasional. Lembaga-lembaga di daerah adalah Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP), Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP),
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), serta berbagai UPT Direkorat Jenderal yang
berkedudukan di daerah. Selain itu juga universitas dan perguruan tinggi
lainnya yang dapat juga melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan petani sesuai
dengan fungsi mereka untuk melaksanakan pengabdian masyarakat.
Dengan kelembagaan yang ada saat ini, sudah seharusnya
bahwa kegiatan pembinaan dan pemberdayaan petani dapat berlangsung dengan baik.
Namun demikian karena keterbatasan tenaga atau sumberdaya manusia, contohnya
yaitu rendahnya jumlah dan mutu penyuluh agrokompleks, maka fungsi manajemen
pemerintah ini tidak dapat dilaksanakan
dengan sempurna. Fungsi ini makin sulit direalisasikan karena jumlah petani
yang sangat banyak yang tersebar di berbagai daerah yang kurang atau rendah
fasilitas transportasi dan komunikasi. Karena demikian situasinya maka kegiatan
pendampingan yang dirancang khusus, selain kegiatan rutin pemerintah, masih
dapat dibenarkan.
2.1.3. Ketidaksiapan
Sistem Pengelolaan
Sistem pengelolaan agrokompleks belum tertata dengan baik
dan juga dapat dikatakan tidak antisipatif terhadap perubahan-perubahan. Lebih
banyaknya kegiatan proyek dari pada kegiatan rutin adalah salah contoh bahwa
memang pengelolaan pembangunan agrokompleks belum berkembang. Banyak kegiatan
yang seharusnya menjadi tugas rutin pemerintah serta lembaga dan aparat
pemerintahan akhirnya diproyekan (dijadikan kegiatan proyek) karena secara
rutin kegiatan-kegiatan itu tidak berjalan. Hal ini terjadi karena memang lembaga
dan aparat yang menanganinya tidak mampu melaksanakannya yang pada dasarnya
merupakan kelamahan sistem manajemen (pengelolaan).
Ketidaksiapan
sistem pengelo laan juga disebabkan karena memang sistemnya sendiri
belum berkembang dan antisipatif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Dibentuknya berbagai task force untuk menangani
masalah-masalah khusus yang datang tiba-tiba adalah contoh bahwa sistem
organisasi dan kelembagaan yang ada tidak atau belum dapat diandalkan untuk
menangani masalah-masalah itu.
Dalam kondisi dimana sistem pengelolaan belum dapat
diandalkan ini - khususnya apabila ada masalah-masalah yang muncul di kalangan
petani (misalnya masalah kekeringan panjang) atau demi untuk penyelesaian
tugas-tugas tertentu (misalnya mensukseskan program Gema Palagung), atau
pencapaian target tertentu (misalnya swasembada beras) – maka perlu ada upaya
khusus untuk membina petani. Pembinaan tersebut dapat dalam bentuk pendampingan
terhadap petani. Namun demikian perlu dicatat bahwa upaya-upaya yang selama ini
dilakukan lebih banyak dalam bentuk proyek dan sangat sedikit dalam bentuk
tugas rutin dari lembaga serta aparat pemerintah yang telah ada. dengan
2.1.4. Bias
Daerah Marjinal dan Komoditas
Pembangunan agrokompleks berlangsung di seluruh Indonesia.
Namun untuk daerah tertentu, pembangunan agrokompleks relatif lebih lambat dari
daerah lain. Bila tidak ada intervensi pemerintah maka keterlambatan dan
ketertinggalan daerah tertentu bisa saja terjadi. Untuk itu perlu ada upaya
untuk memberdayakan petani di daerah yang tertinggal ini.
Komoditas tertentu yang menurut karakteristik
agroekologinya hanya dapat ditanam di daerah tertentu patut juga mendapat
perhatian. Bila dibiarkan kepada mekanisme pasar, petani akan menanam komoditas
yang secara ekonomis akan menghasilkan pendapatan yang lebih besar. Namun di
daerah yang sama bisa saja ada petani yang tidak melakukan hal tersebut karena
ketidakmampuannya. Akibatnya sementara sebagian petani menikmati pendapatan
yang baik, sebagian lagi tidak bisa menikmatinya. Dalam kondisi seperti ini
maka intervensi pemerintah dalam program pendampingan masih diperlukan.
Perhatian khusus kepada petani dalam bentuk insentif
non-ekonomi diperlukan juga dalam hal introduksi dan aplikasi teknologi baru.
Hal ini perlu dilakukan karena bila dibiarkan secara alami maka adopsi
teknologi biasanya lambat dilakukan. Dengan begitu tujuan penerapan teknologi
akan tertunda keberhasilannya. Perhatian khusus kepada petani dapat dipandang
juga sebagai daya dorong atau stimulan bagi petani. Dalam banyak hal,
sebetulnya petani diragukan kemampuannya oleh pihak luar. Namun sebetulnya
petani memiliki potensi yang apabila diberitahukan, digali, dan dikembangkan
maka petani akan berkembang sendiri (self
empowerment) dan sebab itu akan maju dan dapat diandalkan.
2.2. Program
Pendampingan Kelompok Petani
Salah satu cara untuk memberdayakan dan meningkatkan
kemampuan petani adalah melalui program pendampingan. Sesunguhnya pendampingan
petani bukanlah sesuatu hal yang baru. Namun akhir-akhir ini istilah
pendampingan petani muncul ke permukaan karena adanya berbagai krisis dan
tantangan yang dihadapi oleh sektor agrokompleks. Sejak kegiatan penyuluhan
agrokompleks digalakkan di Indonesia, program penyuluhan dapat dianggap serupa
dengan program pendampingan karena penyuluh agrokompleks tinggal dan hidup di
antara petani, memahami dan ikut membantu petani memecahkan persoalannya.
Ide penyuluhan pertanian ini sejalan dengan konsep
penyuluhan menurut Mosher (1978) yang dengan eksplisit menyatakan adanya
kegiatan pendampingan. Penyuluhan
adalah process of working with rural
people through out-of-school education, along those lines of their current interest and need which are
closely related to gaining a livelihood, improving the physical level of living
of rural families, and fostering rural community welfare.
Perbedaaan antara penyuluhan dan
pendampingan yaitu bahwa penyuluh agrokompleks belum tentu seorang ahli tapi
lebih tepat adalah penyampai informasi, sementara pendamping disyaratkan
memiliki klasifikasi sebagai seorang ahli atau setidaknya lebih memahami
persoalan dari pada petani. Baik penyuluh maupun pendamping disyaratkan untuk
memiliki kontak yang intens dengan petani.
Kegiatan pendampingan terhadap
masyarakat lebih banyak diawali oleh LSM melalui program-program pembangunan
masyarakat. “Community workers”
adalah mereka yang tinggal dan bekerja di tengah masyarakat sasaran dengan
tujuan utama adalah mensukseskan program pembangunan melalui pemberdayaan (empowerment) masyarakat. Dengan cara ini
maka target dan tujuan bisa dicapai pada waktunya dan bahkan dapat dipercepat.
Pemberdayaan masyarakat dengan cara ini memiliki kesan bahwa kelompok sasaran
(petani) dimanjakan. Kesan ini barangkali benar bila pendamping atau pekerja
masya-rakat tidak tekun menatap pada tujuan akhir. Namun kesan ini akan dengan
sendirinya hilang apabila pendamping menyadari bahwa apapun yang dilakukan
adalah dalam konteks tujuan akhir untuk memberdayakan masyarakat petani.
2.2.1. “Rule” atau “Discretion”
Permasalahan yang selalu muncul dalam program
pendampingan adalah seberapa lama program itu dijalankan. Dalam hal ini program
pendampingan dapat dinilai sebagai rule
atau discretion. Bila program
pendampingan adalah suatu rule maka
pelaksanaanya dalam jangka panjang merupakan suatu keharusan dan sebab itu
layaknya tidak merupakan suatu proyek yang dibatasi oleh suatu dimensi waktu.
Dengan dinilainya pendampingan sebagai suatu rule maka kegiatan tersebut harus dilakukan oleh institusi
pemerintah yang memang telah atau akan ditugaskan khusus untuk melakukan hal
itu. Sebaliknya bila kegiatan pendampingan adalah suatu discretion maka itu berarti bahwa kegiatan pendampingan hanya
merupakan suatu kebijakan penyela (intervening
policy) terhadap suatu kebijakan lain yang memiliki dimensi temporal yang
lebih panjang. Kon-sekwensi sebagai suatu discretion
adalah bahwa masa pelaksanaan kebijakan ini terbatas, atau dalam bahasa lain
bahwa kebijakan tidak harus dilaksanakan secara berulang-ulang.
Lalu apakah pendampingan itu rule atau discretion.
Jawaban yang tampak-nya benar adalah pendampingan merupakan suatu rule. Karena itu pendam-pingan memang
harus dilakukan terus menerus hingga tujuannya tercapai. Namun karena merupakan
suatu rule maka implikasinya yaitu
bahwa lembaga pelaksananya adalah suatu lembaga tetap dan bukannya merupakan
suatu task force atau kelompok yang
dibentuk dengan pendekatan keproyekan.
Ruang bagi pendampingan sebagai suatu discretion memang masih tetap ada.
Seperti diuraikan sebelumnya, apabila memang ada teknologi khusus yang
diperkenalkan kepada petani, target tertentu yang harus dicapai yang rasanya
akan sulit pencapaiannya bila tidak disertai dengan pendampingan, dan program
pembangunan agrokompleks lainnya yang memang harus diupayakan secara serius
untuk dilaksanakan, maka pada kondisi ini pendampingan adalah suatu discretion. Namun demikian harus diberi
catatan bahwa discretion yang
berjalan secara terus menerus atau diperpanjang dari suatu periode ke periode
berikutnya pada dasarnya tidak lagi merupakan discretion tetapi telah menjadi suatu rule.
2.2.2. Kejelasan Tujuan dan Sasaran
Kegiatan pendampingan baik sebagai rule atau discretion
perlu memiliki tujuan dan sasaran yang jelas. Tujuan dan sasaran bukan
merupakan sesuatu abstrak tapi sebaliknya adalah sesuatu yang dapat diukur.
Dengan demikian maka evaluasi pencapaian tujuan dan sasaran dapat dilakukan
dengan akurat.
Kegiatan pencapaian tujuan dan sasaran akan lebih terarah
apabila tujuan dan sasaran dirumuskan secara berjenjang dan bertahap. Dengan
cara ini maka dengan mudah dapat dievaluasi apakah pendampingan memiliki
kemajuan atau malah stagnan dan tidak menunjukkan adanya dampak yang berarti.
Supaya kegiatan pendampingan dapat dievaluasi dengan baik maka paling tidak
harus dirumuskan tiga tujuan yaitu dasar, umum, dan operasional.
2.2.3. Kejelasan
Jadwal
Pendampingan harus memiliki kejelasan jadwal. Dengan
jadwal program yang jelas maka kegiatan akan lebih terarah dan yang lebih
penting lagi yaitu dapat dipahami kapan program akan berakhir. Jadwal pada hakekatnya
menyatakan target atau sasaran yang ingin dicapai pada kurun waktu tertentu,
kegiatan apa yang harus dilakukan untuk pencapaian target itu, serta apa saja
yang harus dikorbankan atau dikeluarkan sebagai biaya
2.3. Kriteria
dan Karakteristik Pendamping
Pekerjaan sebagai pendamping bukan merupakan suatu tugas
yang mudah. Pendampingan adalah suatu keahlian dan dapat dianggap sebagai suatu
misi. Tiga syarat sebagai pendamping (facilitator) pada pekerjaan pembangunan pertanian,
yaitu :
(1) Pendamping
harus memiliki kompetensi dan kapasitas kognitif serta pengetahuan yang dalam dan luas di
bidangnya;
(2) Pendamping
memiliki komitmen profesional, motivasi serta kematangan seperti yang ditujukan
dalam pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan sebelumnya; dan
(3) Pendamping
memiliki kemauan yang sangat kuat untuk membagi apa yang dianggapnya baik bagi
sesamanya (orang lain).
Selain syarat-syarat ini, pendamping perlu memiliki
kemampuan untuk dapat berfungsi sebagai (1) pemrakarsa, (2) penunjuk jalan, (3)
pendorong, (4) pendamai, (5) pengumpul fakta, dan (6) pemberi fakta. Bila
mereka bekerja dalam kelompok maka pendamping harus dapat bekerjasama, memiliki
kesamaan persepsi tentang tugas dan tanggung jawab mereka.
Agar supaya fungsi sebagai fasilitator dapat berjalan
dengan baik maka kemampuan berikut perlu dimiliki:
(1) mengumpulkan
data,
(2) analisis dan
identifikasi masalah,
(3) melakukan
interaksi atau membangun hubungan dengan setiap kalangan,
(4) kemampuan
berorganisasi,
(5) kemampuan menata
proyek, dan
(6)
kemampuan memberikan pelatihan.
KONSEP PEMBERDAYAAN KELOMPOK PETANI
I. Latar Belakang
Ketimpangan
struktur penguasaan aset ekonomi produktif yang terjadi selama ini
mengakibatkan terjadinya kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat, termasuk peran serta POKTANI dalam perekonomian masyarakat.
Belajar dari keadaan tersebut, pemerintah telah
memperioritaskan pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil sebagai pilar
ekonomi nasional, membuka peluang bagi POKTANI untuk meningkatkan akses
permodalan, dan berbagai skeme kredit melalui perbankan dan BUMN.
Pengembangan POKTANI harus disejalankan dengan
kebijakan pemerintah untuk menumbuhkan kembali kegiatan produksi yang berbasis
ekonomi rakyat dan berorientasi pasar. Oleh karena itu POKTANI harus berupaya
memperkuat dirinya. Salah satu cara yang dianggap cukup efektif adalah dengan
memperkuat kelembagaan dan manajemen POKTANI melalui pendekatan kelompok usaha.
Kenyataan empirik menunjukkan bahhwa disamping masalah kualitas, kelemahan POKTANI
selama ini kurangnya akses terhadap informasi pasar, teknologi perbankan, dan
permodalan, sehingga POKTANI tidak mampu mengakses peluang-peluang dan
fasilitas yang disediakan oleh sistem perbankan.
Berkaitan dengan hal tersebut, untuk mengetahui lebih
jauh bagaimana suatu pengkajian yang akan dapat menyajikan informasi secara
rinci mengenai model-model pelaksanaan penguatan kelembagaan dan manajemen POKTANI melalui
pendekatan kelompok usaha.
Permasalahan umum yang dihadapi oleh petani diantaranya
adalah terbatasnya kemampuan untuk mengakses fasilitas permodalan, teknologi
perbankan dan informasi pasar, manajemen usaha dan pengorganisasian kelompok
usaha, sehingga POKTANI perlu melakukan penguatan sinergis kelembagaan dan
menejemen usahanya.
II. Tujuan
1.
Menyusun pola
penguatan kelembagaan dan manajemen POKTANI agar bank-able melalui pendekatan
kelompok usaha
2.
Menyusun training
design bagi fasilitator/manajer kelompok
3.
Melaksanakan
training partisipatif mengenai penguatan kelembagaan dan manajemen POKTANI agar
bank-able
4.
Pilot
project penempatan fasilitator
III. Output
Manajer
kelompok usaha yang berkompeten dalam memberdayakan kelompoknya sehingga mampu
mengakses fasilitas skeme permodalan yang disediakan oleh sistem perbankan dan
BUMN
IV. Ruang Lingkup
1.
Rekruitmen Pemuda
Wira Koperasi
Syarat rekrutan, sistem insentif / Honor, Daerah Rekrutan
2. Survei Wilayah Penempatan / Pilot Project
Ruang
lingkup wilayah: Kabupaten
Jumlah Koperasi & Usaha Kecil
3. Pelatihan
Fasilitator
Tempat penyelenggaraan
Jumlah peserta
Silabus dan kurikulum menyangkut aspek manajemen dan
teori organisasi
Evaluasi pendidikan sangat ketat karena menyangkut
masa depan program
4. Penempatan fasilitator
5. Monitoring dan evaluasi
Tolok ukur
keberhasilan program adalah Kelompok Usaha tersebut Bank-able dibuktikan dengan
penyerapan skema pendanaan usahadapat direalisasi
Usaha-usaha yang bergabung dalam kelompok yang tertata
manajerialnya
Rencana kegiatan usaha masing-masing terukur dan
realistis.
V.
KERANGKA KONSEP
5.4. Training design: Penyiapan POKTANI yang
Bank-able
5.4.1. PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia semenjak berlakunya
Otonomi Daerah telah mencanangkan gerakan pemberdayaan masyarakat untuk
pembangunan daerah, pengentasan penduduk miskin dari kemiskinannya,
pengembangan sumberdaya manusia desa, serta peningkatan dan penguatan
kelembagaan usaha kecil dan koperasi di seluruh tanah air. Salah satu program khusus untuk mensukseskan
gerakan nasional itu dituangkan dalam Program-program Penguatan kelembagaan dan
manajemen POKTANI untuk memaksimumkan manfaat dari potensi daereah dan lokal. Program ini bukan
merupakan program yang berdiri sendiri tanpa memerlukan dukungan program lain,
namun justru melalui program inilah diharapkan dapat dipadukan berbagai program
sektoral maupun regional yang diarahkan untuk pembangunan wilayah dan
masyarakat desa. Dengan demikian dampak
positif daripada program ini akan semakin besar dan pada akhirnya kemiskinan
dan keterbelakangan secara berangsur-angsur dan pasti dapat ditanggulangi. Sebagai suatu program yang strategis dan
koordinatif, dalam pelaksanaan program ini harus dipupuk dan dibina semangat
kebersamaan yang tinggi di antara berbagai pihak yang terkait baik yang
berkedudukan "membantu" maupun yang "dibantu" yaitu
penduduk desa itu sendiri, termasuk generasi muda dan para Wira Koperasi.
Dengan memperhatikan kenyataan bahwa kelembagaan
sosial di pedesaan dan kelompok-kelompok masyarakat yang ada belum memadai
untuk mengembangkan usaha ekonomi desa, serta keterbatasan akses POKTANI
terhadap berbagai fasilitas permodalan yang disediakan pemerintah, maka
diperlukan upaya khusus untuk penguatan kelembagaan dan manajemen POKTANI
melalui pendekatan kelompok agar lebih berdaya dalam mengakses fasilitas
permodalan dari sumber-sumber per-bank-an.
5.4.2. TUJUAN
Program training terpadu ini pada hakekatnya adalah
menyiapkan peserta menjadi “MANAJER” POKTANI yang profesional dan mampu
“menjalin hubungan bisnis” dengan sistem perbankan.
Secara lebih spesifik tujuan program ini adalah:
1. Mendukung gerakan nasional pengembangan
sumberdaya manusia dan upaya mengatasi dampak krisis ekonomi yang
berkepanjangan melalui mekanisme pemberdayaan usaha kecil dan koperasi.
2. Membantu penguatan kelembagaan dan manajemen
usaha kecil dan koperasi dalam mengakses fasilitas permodalan dari sistem
perbankan.
3. Memantapkan wawasan dan sikap-mental para
pelaku usaha kecil dan koperasi sebagai kader pembangunan yang mandiri dan berjiwa
wirausahawan.
4. Menumbuhkan dan membina sikap kedisiplinan,
ketekunan, semangat profesionbalisme, dan jiwa kewira-usahaan bagi para kader
wira koperasi.
5. Memberikan bekal tambahan mengenai pengetahuan
umum tentang sistem perbankan, skeme permodalan, permasalahan pengembangan
usaha bisnis sekala kecil, dan pengetahuan lain yang terkait dengan Usaha kecil
dan koperasi.
5.4.3.
Lingkup Training
Ruang lingkup kegiatan pendidikan dan pelatihan ini
meliputi:
1. Recruitment dan seleksi awal bagi calon mahasiswa.
2. Seleksi calon peserta pendidikan
3. Pelaksanaan program training terpadu.
4. Pendadaran alumni untuk melakukan kegiatan
magang lapangan sekaligus praktek kerja perbankan .
5. Pembinaan dan pemantauan prestasi kerja
lapangan, sesuai dengan program pendidikannya masing-masing, mencakup kegiatan:
a. Pengembangan Usaha kecil dan Koperasi dengan
stakeholder permodalan
b. Pelaporan, Supervisi dan konsultasi reguler
c. Membina hubungan kemitraan antara lembaga
masyarakat, kelompok usaha, dengan sistem perbankan
d. Temu karya POKTANI.
5.4.4. Hasil yang diharapkan
Setelah
training selesai diharapkan para peserta dapat menguasai kompetensi sebagai
Kader POKTANI yang mandiri dan mempunyai kualifikasi khusus, yaitu:
1. Sikap mental dan wawasan yang dapat
diandalkan untuk mendukung kiprahnya dalam manajemen POKTANI, serta mempunyai
kemampuan untuk beradaptasi dan berintegrasi dengan lingkungan masyarakat desa
sekitarnya .
2. Menguasai dasar-dasar pengetahuan dan
ketrampilan teknis tentang:
2.1. Pengembangan permodalan POKTANI dengan
networking perbankan
2.2. Wawasan dan konsepsi dasar kewira-usahaan
dan kepeloporan
2.3. Pengalaman dalam aplikasi Manajemen
Bisnis, Kemitraan dalam usaha, dan
kelembagaan,
2.4. Operasionalisasi sistem bisnis pedesaan :
perencanaan, pelaksa naan dan tindak lanjut pengendalian usaha.
2.5. Kemampuan sebagai fasilitator, komunikator
dan dinamisator bagi kelompok usaha.
5.4.5. Peserta Program
Peserta
pelatihan adalah aparat dan tokoh pemuda dari daerah-daerah, yang bersedia
menjadi Kader Pelopor Pengembangan POKTANI yang mandiri dan berbudaya
Wirausaha. Mereka ini dipersiapkan menjadi kader dalam mengembangkan usaha
bisnis POKTANI, dan sekaligus sebagai mitra kerja masyarakat yang menyatukan
diri dalam kelompok usaha bersama (POKTANI).
5.5. METODE
5.5.1. Pendekatan
1. Para peserta
disiapkan secara khusus dengan pembekalan teknis dan non-teknis mengenai sistem
dan mekanisme pengembangan unit usaha bisnis, strategi pengembangan usaha
bisnis, serta kewira-usahaan.
2. Para peserta
nantinya akan dapat berfungsi sebagai pioneer yang membantu POKTANI dalam
rangka mengidentifikasi potensi usaha-usaha bisnisnya dan sekaligus
mengembangkannya.
3. Para peserta
juga diharapkan mampu membina kelompok-kelompok, terutama dalam upaya
mengembangkan usaha-usaha produktifnya dengan dukungan permodalan dari
sumber-sumber perbankan.
5.5.2. Metode Pelaksanaan
A. Pendidikan
Metode
pendidikan ini pada hakekatnya merupakan proses belajar yang partisipatif
dengan menggunakan metode belajar: Ceramah; Curah pendapat (diskusi); Tanya
jawab; Diskusi kelas dan kelompok; Diskusi pleno; Penugasan perorangan; Penugasan
kelompok; Bermain peran (Simulasi); Demonstrasi atau peragaan; Studi kasus.
Penggunaan metode-metode di atas sifatnya luwes,
disesuaikan dengan dinamika proses belajar yang terjadi di dalam kelas dan
kelompok.
5.5.3. Program Pemagangan
Program ini
dimaksudkan untuk memberikan pengalaman praktis langsung di sentra bisnis POKTANI.
Setiap peserta program ini diwajibkan menyusun Rencana kegiatan yang terkait
dengan program pendidikannya dalam lingkup bisnis POKTANI.
Program
bisnis ini dilaksanakan dengan Pola Kemitraan POKTANI setempat dengan sistem
perbankan. Usaha bisnis ini dapat berupa kegiatan dalam lingkup:
1. Penerapan teknologi budidaya bidang
agrokompleks
2. Evaluasi kesesuaian sumberdaya wilayah untuk
pembangunan.
3. Usahatani komoditi unggulan di sentra
produksi
4. Analisis peluang pasar bagi komoditi POKTANI
5. Analisis
sosio-teknologi dan kendala yang dihadapi POKTANI.
5.6. MATERI dan PROSES
A. Materi
Materi
pembelajaran dikelompokkan menjadi empat program sesuai dengna kurikulum yang
disusun:
(1). Program 1. Program Pembekalan mengenai
kebijakan dan paradigma pemberdayaan POKTANI
(2). Program 2. Program Pembekalan Pengetahuan dan
Ketrampilan Teknis di bidang perencanaan & manajemen permodalan POKTANI
(3). Program 3. Program Pembekalan mengenai akses
permodalan & sistem perbankan
(4). Program 4. Program pemantapan mengenai metode
perencanaan dan kelayakan bisnis.
(5). Program networking POKTANI dengan perbankan.
B. Proses Pembelajaran
Mengingat
mahasiswa adalah orang-orang yang telah dewasa maka proses dan pendekatan yang
tepat adalah menggunakan azas yang partisipatif. Kegiatan belajar yang
berdasarkan pendekatan ini menempatkan peserta yang telah memiliki bekal
pengetahuan, pengalaman, ketrampilan sebagai subyek, serta cenderung
berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan teknis dan non-teknis. Pengetahuan,
pengalaman, dan ketrampilan yang telah dimiliki peserta merupakan potensi yang
harus digali dan dikembangkan untuk dapat saling tukar pengalaman dan
pengkayaan satu dengan yang lain.
Prinsip-prinsip dalam proses PBM ini adalah :
1. Memperhatikan dan menghargai pengalaman dan
pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta.
2. Memusatkan perhatian pada penemuan dan
pemecahan permasalahan secara bersama.
3. Mengutamakan keikutsertaan peserta secara
aktif dan merata.
4. Pelatih bertindak sebagai fasilitator yang
turut melibatkan diri di dalam proses belajar.
5. Mengutamakan kegiatan peningkatan penghayatan
dan pengalaman dari para peserta pelatihan.
6. Dalam hal-hal tertentu peserta dapat
dijadikan narasumber bagi pemecahan masalah.
C. Media Belajar
Alat
bantu belajar dan sarana yang dapat digunakan antara lain adalah:
1. Media belajar: Makalah, Transparan, Lembar
bacaan, lembar tugas, Lembar kasus, Daftar isian, dan Poster
2. Sarana Belajar: Pengeras suara; OHP, slide
projector, Papan tulis, Spidol, Kertas dinding, dan lain-lain
5.7. Pengorganisasian
A. Penyelenggara
Penyelenggara
program adalah Unibraw bekerjasama dengan Kantor Menteri Negara Koperasi &
PKM.
B. Tim Fasilitator
Tim
fasilitator terdiri dari para pakar yang dipilih sesuai dengan bidang ilmu yang
diperlukan.
5.8. Waktu dan Tempat
A. Tahap Pendidikan Klasikal
A.1. Waktu
Pelatihan
ini dilaksanakan sesuai jadwal waktu yang telah ditentukan, secara keseluruhan
memerlukan waktu setara dengan Program D1. Jadwal harian disusun sedemikian
rupa dalam rangka untuk mengembangkan
sikap kedisiplinan, ketekunan, ketelitian, dan semangat entrepreneurship.
A.2.
Tempat
Pelatihan
diselenggarakan di kampus dan di beberapa lokasi sentra produksi POKTANI.
Pelaksanaan Program-1 Program-2, Program 3 dan Program-4 berlokasi di Kampus.
Sedangkan Program-5 (praktek pemagangan) dilakukan di beberapa wilayah. Pada
setiap lokasi praktek akan ditempatkan satu kelompok (2-3 orang)
peserta pelatihan.
5.5.
PENGUATAN KELOMPOK USAHA
5.5.1.
Pendahuluan
Aspirasi masyarakat yang berkembang saat ini
mengisyaratkan perlunya mempercepat upaya pemberdayaan masyarakat, melalui
penguatan kelembagaan POKTANI, penguasaan informasi teknologi, dan pemanfaatan
keunggulan sumberdaya wilayah. Khusus dalam upaya pemberdayaan POKTANI, sangat
diperlukan penciptaan kondisi yang dapat mendorong kemampuan POKTANI untuk
memperoleh dan memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang disediakan oleh sistem
perbankan.
Permasalahan pemberdayaan POKTANI
ditinjau dari aspek ekonomi adalah:
(1) kurang berkembangnya sistem kelembagaan
kelompok usaha dalam mengembangkan kegiatan usaha yang kompetitif.
(2) lemahnya kemampuan POKTANI untuk mengakses
skeme permodalan yang melekat pada sistem perbankan, dan
(3) lemahnya kemampuan POKTANI untuk mengembangkan
kelompok usaha produktif yang dapat meningkatkan posisi tawar dan daya
saingnya.
Ditinjau dari aspek
sosial-kelembagaan, permasalahan pemberdayaan POKTANI adalah:
(1) kurangnya upaya yang dapat mengurangi pengaruh
lingkungan sosial-budaya yang mengungkung POKTANI dalam kondisi tradisional,
(2) kurangnya akses POKTANI untuk memperoleh
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan termasuk informasi sistem perbankan.
(3) kurang berkembangnya kelembagaan kelompok
usaha yang dapat menjadi sarana interaksi sosial,
(4) belum berkembangnya kelembagaan yang mampu
mempromosikan asas keadilan, dan perlindungan bagi POKTANI yang rentan,
dll-nya.
Dengan melihat permasalahan yang ada
dalam rangka pemberdayaan POKTANI, strategi yang perlu diambil adalah:
1. Mengembangkan kelembagaan POKTANI yang dapat
memfasilitasi kelompok-kelompok usaha untuk memperoleh dan memanfaatkan peluang
bisnis yang berasal dari pemerintah dan institusi bisnis lain, untuk
meningkatkan kinerja bisnisnya.
2. Mengembangkan kapasitas POKTANI untuk dapat mengelola kegiatan usaha
ekonomi secara kompetitif dan menguntungkan yang dapat memberikan lapangan
kerja dan pendapatan yang layak.
3. Mengembangkan kelompok usaha produktif untuk
membangun solidaritas dan ketahanan POKTANI.
Penguatan kelembagaan dan
manajemen POKTANI dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan kelembagaan yang
dibentuk oleh masyarakat setempat agar mampu menjadi wahana bagi
masyarakat dalam mengembangkan kehidupan ekonomi. Sasaran yang
ingin dicapai adalah berkembangnya kelembagaan POKTANI setempat yang
dapat memberikan sarana bagi masyarakat dalam mengembangkan kesejahteraan
sosial.
Kegiatan prioritas dalam
pengembangan kapasitas POKTANI adalah:
(1) penghapusan peraturan yang menghambat
berkembangnya kelembagaan POKTANI dan POKTANI yang dibentuk oleh masyarakat,
(2) penyediaan bantuan pendampingan dalam
pengembangan POKTANI,
(3) pengembangan forum komunikasi dan konsultasi
antara pemerintah dan POKTANI maupun antar lembaga POKTANI.
Sasaran yang ingin dicapai adalah
terwujudnya sistem kelembagaan POKTANI di masyarakat dan keaktifan kelompok
masyarakat, kelompok asosiasi, organisasi yayasan, lembaga swadaya masyarakat
dalam membantu pemecahan masalah pengelolaan sumberdaya. Kegiatan prioritas
dalam pengembangan kelembagan keswadayaan masyarakat adalah :
(1) pengembangan skema jaringan kerja kegiatan
keswadayaan POKTANI,
(2) pengembangan kapasitas lembaga-lembaga POKTANI,
(3) pengembangan forum komunikasi antar tokoh
penggerak dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam kegiatan POKTANI,
(4) pengembangan kemitraan antar POKTANI,
orcanisasi masyarakat setempat, dan pemerintah,
(5) pengurangan hambatan regulasi dan iklim yang
menyangkut keberadaan peran POKTANI.
5.5.2. Kelembagaan Dalam
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Kelembagaan (= institusi) seringkali dianggap sebagai
kendala serius dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi, terutama yang
melibatkan masyarakat. Keberhasilan program pembangunan dalam perbaikan
penyediaan pangan di negara-negara berkembang ditentukan oleh kemampuan “kelembagaan”
untuk mengembangkan dan meningkatkan
laju adopsi teknologi oleh para petani kecil di pedesaan. Dalam kaitan
ini “key institutions” nya adalah berkaitan dengan “applied research, manpower
development dan agricultural education”.
Sementara itu hasil kajian ADB (1978) menyimpulkan
bahwa laju perkembangan sektor agrokompleks di pedesaan tidak dibatasi oleh
sikap dan perilaku petani, melainkan ditentukan oleh ketersediaan teknologi
tepat guna dan lingkungan kelembagaan yang sesuai dan kondusif bagi petani.
Berdasarkan hasil kajian di atas, dapat disimpulkan
bahwa faktor utama yang membatasi pembangunan pertanian dan kesejahteraan
masyarakat di wilayah pedesaan adalah kelemahan kelembagaan yang berfungsi
melayani masyarakat.
“Kelembagaan” bermakna sebagai “collective action in
restraint, liberation, and expansion of individual action”. Definisi ini mengandung makna bahwa
eksistensi kelembagaan dilandasi oleh adanya perbedaan antara perspektif
bersama (kelompok) dengan perspektif individu (personal). Makna kelembagaan ini sangat penting dalam
kaitannya dengan “pengembangan /
perubahan kelembagaan untuk mencapai redistribusi kesejahteraan yang lenih
baik”.
(1).
Institutional Change
Berbagai literatur tentang pemberdayaan masyarakat
menggariskan pentingnya “pengembangan / perubahan sistem kelembagaan” yang
ada. Paling tidak ada tiga macam pola ,
yaitu:
(1). Transformasi kelembagaan
tradisional
Salah satu alasan perlunya mentransformasi kelembagaan
tradisional yang ada adalah agar mereka mampu menjadi lebih supportif terhadap proses pembangunan dan pengelolaan
sumberdaya alam. Dalam kaitan ini
biasanya fungsi kelembagaan tradisional
adalah melestarikan law & order, mendorong survival dan akomodasi lingkungan, serta meningkatkan
revenue-pajak (Dorner, 1974). Dalam
banyak kasus, kelembagaan tradisional seperti keluarga dan kerabatnya,
faksi-faksi desa, dan tokoh masyarakat sangat mempengaruhi inovasi seperti
partisipasi masyarakat secara luas, voluntary leadership, dan inisiatif (Owens
dan Shaw, 1972).
Untuk mencapai keberhasilan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat, kelembagaan tradisional seperti di atas “harus dapat
dikembangkan” menjadi kelembagaan yang mampu men-support proses perubahan ,
yaitu kelembagaan yang dinamis dan mampu menyediakan insentif bagi perubahan yang diperlukan, seperti
pengelolaan usahatani padi yang lestari.
(2). Perubahan kelembagaan untuk
me-redistribusi pendapatan dan kesejahteraan
Suatu model reformasi kelembagaan, yang melibatkan
perubahan PROPERTY RIGHTS, penguasaan sumberdaya, dan kekuatan ekonomi &
politik, untuk mengoreksi kesenjangan
yang ada. Sementara itu, perubahan kelembagaan tanpa didahului oleh perubahan teknologi , tidak akan
menghasilkan dampak apa-apa.
Distribusi air yang tidak merata dalam suatu sistem
irigasi dengan jalan menata struktur
kelembagaannya yang mampu mengalokasikan sumberdaya air yang “langka”.
(3). Dinamika perubahan kelembagaan
Perubahan kelembagaan hanya akan terjadi kalau ada
tekanan-tekanan terhadapnya. Beberapa
“tekanan” seperti ini adalah introduksi
teknologi dan peningkatan populasi penduduk.
Dinamika pembangunan akan mendorong petani dan masyarakat pedesaan untuk
semakin membutuhkan adanya penyesuaian kelembagaan. Misalnya, mereka akan
membutuhkan fasilitas kredit yang lebih banyak
dan lebih tepat waktu, kontrak tenancy yang lebih fleksibel, dan akses
yang lebih baik terhadap fasilitas irigasi, serta inovasi teknologi.
Salah satu model pengembangan kelembagaan disebut INDUCED
DEVELOPMENT MODEL. Menurut model ini,
introduksi teknologi akan mendorong masyarakat melakukan perubahan-perubahan
sistem kelembagaan yang ada menjadi kelembagaan yang lebih relevan. Namun demikian,intervensi eksternal
diperlukan untuk mempercepat terjadinya perubahan kelembagan tersebut.
(2). Peranan
Kajian-kajian Pengelolaan Sumberdaya
Banyak penelitian membuktikan bahwa peranan
kelembagaan sangat penting dalam proses pengembangan wilayah dan pemberdayaan
masyarakat. Banyak kajian-kajian
dilakukan untuk menelaah proses terjadinya perubahan kelembagaan di pedesaan
dan strategi yang paling efektif untuk memacu perubahan kelembagaan
tersebut. Beberapa hal penting dalam
kaitan ini adalah:
(1). Pemahaman pada tingkat lapangan mengenai kendala-kendala
pembangunan.
(2). Tata-nilai dan kepercayaan lokal
(3). Dampak nikro dan makro dari program pembangunan, seperti: (a) dampak
kebijakan harga pangan terhadap petani kecil, (b) dampak kebijakan subsidi atas
input pertanian, (c) hubungan antara migrasi tenagakerja pedesaan dengan
produksi pangan.
(4). Analisis terhadap key-rural institutions.
(3). Group
–Action dalam Pengelolaan Usaha
Secara
teori, kegiatan pengelolaan sumberdaya secara kelompok berarti peningkatan
sekala usaha. Oleh karena itu efisiensi
usaha kelompok ini dapat dikaji dalam konteks sekala ekonomi.
Usaha kelompok seringkali ditujukan untuk menyediakan
peluang bagi petani untuk mengurangi kebutuhan tenaga kerja untuk melakukan
usaha dengan jalan kerja-bersama, dan untuk mendapatkan lebih banyak off-farm
income. Dalam kondisi tidak ada peluang
kerja off-farm maka usaha/kerja bersama menjadi kurang bermakna.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan berkelompok
adalah:
(1). Indivisibilitas faktor produksi
(2). Tipe / jenis usahatani
(3). Tenaga kerja dan ketrampilan khusus
(4). Identitas pemlikan sumberdaya
(5). Heterogenitas sumberdaya dan mis-alokasinya
(6). External economies.
Bentuk-bentuk kelompok tradisional dalam pengelolaan
sumberdaya alam di pedesaan adalah (1) KEMITRAAN (partnership) dan (2) KOPERATIF. Kemitraan antar anggota masyarakat tidak
memerlukan aturan legal mengenati struktur dan organisasi yang ketat, namun
disyaratkan adanya saling kepercayaan yang kuat di antara para mitra.
5.5.3.
Kreativitas dan Motivasi
1. CARA
BERPIKIR
Secara filosofis
, cara berfikir seseorang akan menentukan pada golongan mana dia termasuk.
Menurut cara berfikirnya, seseorang dapat digolongkan menjadi:
(1)
manusia yang tahu
ditahunya,
(2)
manusia yang tahu
di tidak-tahunya,
(3)
manusia yang
tidak tahu di tahunya, dan
(4)
manusia yang
tidak tahu di tidak-tahunya.
Manusia yang
bijaksana adalah manusia yang tergolong dalam kelompok (1) dan (2) karena dia
dapat mengetahui apa yang dia ketahui dan sekaligus apa yang tidak
diketahuinya. Dengan Kata lain, dia mengetahui potensi diri yang dimilikinya.
Sebaliknya manusia pada golongan (3) dan (4) adalah manusia yang tidak dapat
mengidentifikasi potensi dirinya dan sebaliknya merasa tahu untuk hal yang
tidak diketahuinya.
Kekeliruan dalam mengidentifikasi kemampun merupakan
suatu hal yang umum terjadi dan dialami oleh hampir semua orang. Namun ada
orang yang cepat menyadarinya tetapi
sebaliknya ada juga orang yang tidak pernah mau menyadarinya. Proses penyadaran
ini dapat terjadi melalui proses belajar atau dalam komunikasi disebut kemauan
menerima dan memberi reaksi ulang terhadap saran dan komentar yang di dengar.
Orang yang percaya penuh pada pemikirannya adalah
pemikir yang efektif. Di sini tidak
dipersoalkan kebenaran atau ketidak-benaran pemikirannya tetapi keyakinan dalam
melanjutkan pemikirannya menurut kehendaknya dan sengaja melanjutkan
pemikirannya pada tujuan yang diingini.
Proses berpikir bagaikan kegiatan berjalan dan
bernapas yang terjadi secara otomatis; atau seperti keterampilan melakukan
sesuatu misalnya mengendarai mobil, memasak, menjahit, dll. Di antara satu
orang dengan orang lainnya tidak sama tarafnya, hal ini disebabkan oleh
pengaruh perbedaan intelijensia, pengalaman dan latihan. Dalam hal ini “belajar
bagaimana belajar” yaitu mempelajari bagaimana membuat suatu perubahan
yang dihasratkan merupakan solusinya.
Proses belajar inilah yang akan membuat pemikiran
seseorang tentang sesuatu akan tetap seperti pertama kali diketahui atau
berubah karena tuntutan jaman dan tambahan informasi baru. Perubahan ini
mencakup perubahan cara menilai; cara bersikap, dan cara melakukan sesuatu
menurut informasi yang diperoleh. Sesuatu yang telah diketahui diaplikasikan
dalam cara-cara baru dan kreatif.
Untuk membantu seseorang mencapai
tujuan baru dengan pola berpikir yang juga baru, berarti kita membantunya untuk
belajar. Dengan kata lain, berarti menjadi guru / pendampingnya.
Dalam kasus pembinaan kelembagaan atau kelompok
masyarakat maka membantunya untuk menjadi Kelembagaan/kelompok yang mampu
mengelola sumberdaya , berarti tenaga pendamping lah yang akan menjadi gurunya
(sebagai penyuluh dan petugas lapangan).
Tetapi adanya proses ini tidak selalu berjalan mulus,
karena adanya individu (orang-orang) yang masih merasa tabu terhadap inovasi
perubahan dan lebih senang mempertahankan pemikirannya seperti pertama kali dipikirkannya karena
keengganan melakukan perubahan.
Pada saat manusia mendengar pernyataan (informasi)
yang bermakna tidak selalu dan otomatis dia menyediakan waktu untuk
menghayatinya secara mendalam. Sebagai contoh, marilah kita renungkan beberapa
ungkapan berikut ini dengan mempertanyakan maknanya kepada diri kita
masing-masing.
1. Jangan
pernah mempercayai ketidak-percayaan
2. Kerjakan
atau tinggalkan.
3. Kesuksesan
tidak pernah langgeng, begitu juga ketidaksuksesan.
4. Hidup
ini indah tapi singkat
5. Tidak
semua orang jadi orang hebat. Tapi tergantung pada garis tangan (suratan nasib)
6. Sudah
nasibku menjadi orang miskin
7. Kekayaan
jangan dicari, semakin dicari semakin luput.
2. BELAJAR untuk BELAJAR
Seorang manusia, sepanjang hayatnya selalu belajar,
belajar dan belajar. Belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, keahlian
dan/atau perilaku yang baru; oleh karena itu “keahlian belajar” sangat
penting. Mengapa? Jawabnya, karena setiap ada perubahan kita
harus mempelajarinya untuk memperoleh pengetahuan, cara bersikap, dan/atau keterampilan baru yang sesuai
dengan tuntutan perubahan itu sehingga mampu memanfaatkannya untuk hidup lebih
baik.
Untuk
menjadi manusia ( Pendamping ) yang kreatif, maka ia harus mampu belajar
sepanjang hayat dan sekaligus mampu membantu proses belajar orang lain
(kelembagaan dan /atau kelompok masyarakat).
Dalam proses belajar-mengajar (suluh-menyuluh;
konsultasi-konsultan) , ada bermacam-macam teknik yang dapat dipilih secara tepat
untuk situasi yang tepat pula. Menurut pengalaman empiris, situasi belajar
(menyuluh dan mendampingi), tenaga pendamping harus memahami kemampuan orang
yang didampingi agar dapat menentukan teknik pendampingan yang tepat.
Piramida berikut ini menunjukkan kegiatan yang dapat
dikategorikan dalam kelompok kegiatan berbuat (melakukan sesuatu), melihat, dan
mendengar. Semua ini memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing untuk
digunakan dalam kegiatan pendampingan
dan pemberdayaan.
3. Penghambat Semangat BERPIKIR
Ada kalanya seseorang memiliki karakter tidak mau
berpikir dan mempelajari hal-hal yang baru. Bahayanya, kadang-kadang karakter
buruk itu tidak hanya dilakukannya sendiri tetapi dikatakannya kepada orang
lain (dalamkelompoknya atau kelembagaannya) sebingga ada orang lain yang
terpengaruh. Dengan demikian semakin banyaknya orang yang berhenti berfikir dan
belajar.
Ungkapan berikut ini dapat dijadikan suatu illustrasi
kebekuan berfikir dan belajar:
"Orang
belajar karena tidak tahu. Tetapi semakin belajar, semakin banyak yang tidak
diketahui. Oleh karena itu, lebih baik tidak belajar. Hasilnya akan sama, yaitu tetap ada yang
tidak diketahui”.
5.5.4. MAKNA
BERPIKIR KREATIF
Dalam kehidupan kita yang singkat dan padat ini,
acapkali kita tidak lagi sempat berfikir tentang segala sesuatu yang ada di
sekeliling kita. Asumsinya semua sudah
begitu akrab dan kita tahu seluk beluknya. Tetapi pernahkah kita membayangkan
untuk memikir ulang barang sejenak tentang benda-benda yang ada di sekitar kehidupan
Anda?
Secara alami, memang ada kalanya kita membandingkan
suatu benda yang biasa dilihat sehari-hari dengan pemikiran yang tidak
pernah terpikirkan sebelumnya. Sekarang
lihatlah keadaan sekeliling kita dan perlihatkanlah benda rumahtangga yang terlihat
sehari-hari, misalnya jendela, pintu, tombol pintu, lampu dan lainnya.
Agar dapat berfikir kreatif, cobalah mencari makna
baru dari berbagai benda itu melalui perbandingan dengan kehidupan manusia”.
Sebagai contoh,
“Hidup itu bagaikan sebuah roda mobil, karena ada
kalanya memutar ke atas dan ada kalanya memutar ke bawah.
“Hidup itu bagaikan roda mobil karena membuat
seseorang dapat memasuki kehidupan
gemerlapan dan juga tidak gemerlap (sebagai cermin ke atas dan ke
bawah).
“Hidup itu
bagaikan roda mobil karena setiap pengendara akan berusaha
mengendalikannya agar stabil. Bukankah untuk dapat bertahan hidup kita harus
dapat mengendalikan kehidupan itu ?”.
5.5.5.
MENSOLUSI MASALAH
Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk menentukan
cara terbaik mengatasi persoalan untuk mencapai suatu tujuan. Suatu
permasalahan, umumnya terdiri dari tiga elemen pokok, yaitu:
Tujuan,
Kendala
untuk mencapai tujuan, dan
Bagaimana
cara mengatasi kendala itu ?.
1. Tujuan.
Tujuan adalah pernyataan suatu keinginan (WANT) yang diharapkan tercapai dan
setiap orang bersedia melakukan sesuatu untuk mencapainya.
2. KENDALA. Kendala menentukan apa yang kita ingini
juga suatu “masalah” , karena tidak semua orang tahu dengna persis apa yang ia
kehendaki dalam hidupnya. Tetapi, begitu Anda mempunyai tujuan di dalam kepala,
maka anda sudah siap untuk memperhatikan kendala yang membatasi pencapaian
tujuan itu. Suatu kendala tidak selalu mudah diidentifikasi, karena dia
berwujud dalam berbagai bentuk. Suatu kendala dapat berwujud seseorang, suatu
obyek, suatu kejadian, atau suatu lingkungan. Sebagian dapat ditentukan dengan
ketelitian tinggi, sebagian lagi tidak.
3. Bagaimana mengatasi kendala?
Adanya kesenjangan antara tujuan dan pencapaian tujuan
karena faktor kendala merupakan stimulasi menuju pemecahan masalah. Karena itu,
mensolusi suatu persoalan akan berkaitan dengan kendala dan tujuan. Hubungan
ini tidak sederhana karena tidak selalu dapat langsung memecahkan suatu
masalah. Lalu apa kemungkinan lainnya? Kemungkinannya adalah sebagai berikut:
1. Suatu
kendala yang tidak dapat diselesikan secara langsung dapat ditelusuri
penyebabnya.
2. Solusi
spesifik untuk kendala tertentu.
3. Jangan
menyusun pertanyaan yang dapat dengan mudah dijawab “ya” atau “tidak”.
4. Pertanyaan
harus bersifat tidak memihak.
5. Pertanyaan
harus sinergi dalam mempertautkan masalah ataupun solusinya.
Kegiatan mensolusi suatu masalah, memerlukan suatu
kreatifitas berfikir yang dapat dilakukan secara individu atau berkelompok.
Hasil kegiatan setiap kelompok diinterpretasikan untuk
mengetahui (1) metode solusi yang digunakan, (2) cara kelompok membuat
keputusan, (3) cara anggota kelompok berkomunikasi.
5.5.6. MOTIVASI
Motivasi dalam
diri seseorang petugas terkait dengan upayanya untuk mensukseskan pembangunan dan memberdayakan
masyarakat sesuai dengan tugasnya.
Motivasi ini timbul sebagai akibat interaksi dengan masyarakat (kelompok
tani) dan harapan yang ingin diperolehnya dari hasil interaksi tersebut yang
menghasilkan motif untuk bertindak. Motif inilah yang akan mewarnai motivasi
orang dalam bertindak.
Contoh: Seorang pendamping yang menjadi pendamping
dengan tujuan akan mengabdikan dirinya untuk pemberdayaan masyarakat akan
berbeda kinerjanya dengan tenaga pendamping yang menjadi pendamping karena
mengejar status sosial (agar ada pekerjaan dan tidak menganggur ).
Dalam melaksanakan tugas sebagai pendamping yang akan
memberdayakan masyarakat , perlu mengetahui tingkah laku manusia dalam
mengelola usahataninya untuk memenuhi kebutuban hidupnya. Menurut teori klasik
Maslow , setiap manusia memiliki lima
kebutuban dasar, yang dipenuhi secara berjenjang. Dengan kata lain, jika
kebutuhan dasar jenjang pertama belum terpenuhi maka orang yang bersangkutan
akan sulit menempatkan dirinya pada posisi menuju jenjang kebutuhan berikutnya.
Jenjang kebutuhan dasar tersebut adalah:
1. Pemenuhan kebutuhan fisiologis
2. Pemenuhan kebutuhan rasa aman
3. Pemenuhan kebutuhan sosial
4. Pemenuhan kebutuhan harga diri
5. Pemenuhan kebutuhan aktualisasi
Jenjang kebutuhan rendah dan tinggi dalam diri
seseorang, petani misalnya, akan menentukan motivasinya untuk mengadopsi
cara-cara bertani yang lebih baik, dan/atau berbisnis lebih baik melalui wadah
koperasi. Seorang Petani gurem akan mengorientasikan kegiatannya dalam memenuhi
kebutuhan keluarganya untuk cukup makan. Pertanyaan yang selalu diajukan pada
dirinya adalah apakah panen-ku akan dapat memberi cukup makan untuk anak
istriku. Jika dirasa sudah cukup barulah memikirkan apakah dia akan ikut berkelompok
dan bahkan sampai berkoperasi.
Dari contoh ini, seorang pendamping dalam memotivasi
seorang petani untuk berkelompok atau yang sudah berkelompok menjadi lebih
mantap dan baik (untuk memenuhi kriteria klas kelompok tani (pemula / madya/
lanjut /utama) dapat memperkirakan strategi pengkemasan informasi yang akan dan
dapat dilakukan.
Selain itu, pendamping juga dapat mengkemas informasi
lanjutannya untuk memotivasi petani bertindak lebih lanjut dengan memberikan
insentif sosial (pujian):
(1) Memberikan
suatu pujian pada petani/kelompok-tani yang berprestasi
(2). Membantu
mereka untuk diakui menjadi klas kelompok tani yang Iebih lanjut dari
sebelumnya.
(3). Melakukan
kunjungan lapangan dan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penerapan
saprotan, pemanfaatan KUT (3 Sukses KUT).
5.5.7.
LANGKAH-LANGKAH MEMOTIVASI
Pada saat memotivasi petani/ kelompoktani hal-hal yang
harus diperhatikan adalah:
1. Kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat
menimbulkan ketegangan/stress dan sebaliknya kebutuhan yang dapat terpenuhi
akan menimbulkan kenyamanan.
2. Kebutuhan yang dapat terpenuhi
mendorong timbulnya kebutuhan baru atau peningkatan kualitas kebutuhan yang
telah tercapai.
Hal-hal yang perlu diketahui oleh pendamping dalam
memotivasi masyarakat tani untuk berkelompok, berusaha tani lebih baik,
berbisnis lebih baik dan berkoperasi sebagai wadah menuju ekonomi rakyat yang
profesional adalah sbb:
1. Mengetahui
dengan persis dan tepat petani / kelompok tani dan koperasi yang dijadikan
khalayak sasaran pendampingan
2. Mengetahui ciri-ciri spesifik dari
khalayak sasaran yang diperkirakan dapat menghambat atau mendorong keberhasilan
kegiatan pendampingan.
3. Mengetahui kondisi geografis khalayak sasaran, apakah
itu daerah pedesaan, kota,
daerah terpencil, daerah pertanian lama, daerah peluasan areal tanam, dsb.
Pendanaan mengenai hal tersebut dapat dikaitkan dengan kebijakan pemerintah
yang sedang berlangsung.
4. Mengidentifikasi
individu-individu dan atau tokoh strategis yang dapat dijadikan landasan awal pendekatan
motivasi.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan memotivasi petani/ kelompok-tani adalah:
1. Mempersiapkan
diri untuk beradabtasi dengan masyarakat atau
membaurkan diri dengan masyarakat luas
2. Aktif
terlibat dalam kegiatan sosial di masyarakat untuk mempercepat proses pembaruan
3. Menggunakan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti/ dipahami oleh khalayak sasaran.
Jika memungkikan , gunakan bahasa daerah setempat.
6. POKTANI sebagai Kelompok Usaha Bersama
6.1.
Landasan Pembentukan KELOMPOK
6.1.1. Dasar
Filosofis
Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, namun cenderung untuk
berkelompok sesuai dengan kepentingan bersama. Sejak lahir manusia
membutuhkan kasih sayang, persaudaraan
dan kerjasama dengan orang lain untuk dapat berkembang dan memenuhi kebutuhan
hidupnya. Manusia mengejar kepuasan dan
kemakmuran bagi diri sendiri. Naluri untuk memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya juga menjadi fitrah manusia yang normal.
Secara utuh
manusia memang harus diterima dalam fitrahnya
sebagai insan sosial yang haus kasih sayang dan kebersamaan, sekaligus
juga makhluk ekonomi yang mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri.
Selain itu, usaha pengelolaan sumberdaya dalam suatu
Kelompok Usaha akan lebih berhasil kalau didukung oleh sinergi yang optimal di
antara sejumlah individu anggotanya.
6.1.2.
Mengapa Kelompok diperlukan?
Secara
sendiri-sendiri tidak terlalu mudah bagi penduduk untuk mengembangkan usaha
pengelolaan sumberdaya guna memenuhi kehidupan sosial-ekonomi keluarganya. Keterbatasan pengetahuan, kelangkaan sumberdaya dan sempitnya peluang,
membelenggu mereka secara individual.
Kerjasama, saling membantu di antara sekelompok individu, terbukti dapat
memperkuat posisinya, meningkatkan kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain. Saling menolong dan bekerjasama memperkuat penumpukan sumberdaya ekonomi dan memperluas kesempatan untuk mencapai
tujuan. Oleh karenanya pendekatan
kelompok diperlukan agar:
a. memperoleh kerjasama sinergis mutualistik
b. mewujudkan semangat saling membantu
c. melatih diri berfikir bersama dan
bermusyawarah
d. mengembangkan sikap dan motivasi untuk maju
e. belajar memimpin dan bertanggung-jawab
f. belajar memutuskan tujuan dan rencana hidup
yang jelas
g. mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung
h. mengembangkan usaha produktif
i. memperoleh pelayanan pinjaman untuk modal
usaha
j. meningkatkan pelayanan pihak lain (misalnya
Bank)
k. memperluas hubungan pergaulan dan
kesempatan-kesempatan
l. memperoleh bimbingan dan pembinaan.
6.2.
Kelompok Sasaran Kegiatan
POKSAR kegiatan pengelolaan usaha adalah penduduk yang
bermukim di suatu wilayah, mereka merupakan kelompok masyarakat agraris yang
umumnya berpenghasilan rata-rata rendah dan terbatas kemampuan serta aksesnya dalam mendapatkan pelayanan,
prasarana, dan permodalan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya atau menghadapi
masalah khusus dan mendesak yang segera memerlukan penanganan dan bantuan.
6.2.1.
Pengertian kelompok
Kelompok merupakan kumpulan penduduk setempat (RTP=
rumah tangga penduduk) yang menyatukan diri dalam usahatani pengelolaan
sumberdaya alam untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan, dan
kegotong-royongan mereka. Kelompok
merupakan milik anggota, untuk mengatasi masalah bersama serta mengembangkan
usaha bersama anggota. Kelompok dapat
beranggotakan sekitar 20 – 25 RTP dan berada di satu desa / kelurahan, atau di
bawah tingkat desa/ kelurahan yaitu dusun, lingkungan, RW, atau RT. Dalam satu desa/kelurahan dapat tumbuh beberapa
kelompok seusai dengan kebutuhan.
Kelompok dapat tumbuh dari kelompok tradisional yang telah ada, seperti kelompok tani, kelompok arisan,
aseptor KB, kelompok sinoman, kelompok paketan, dan kalau belum ada segera
ditumbuhkan dan dibina secara khusus.
Kelompok dapat dipandang sebagai wadah kebersamaan
dalam mengelola kegiatan pengelolaan usahatani. Dalam melaksanakan prinsip
kebersamaan setiap anggota ikut bertanggung-jawab, saling mempercayai dan
saling melayani. Dalam kebersamaan
terbuka peluang untuk menghimpun dana
dari anggota, mengelola dana secara bersama oleh anggota, dan memanfaatkan
dana tersebut untuk kepentingan seluruh anggota. Kebersamaan ini menunjukkan
semangat dan kegiatan kooperatif yang
menjadi dasar bagi gerakan koperasi yang mandiri dan handal.
6.2.2.
Pembentukan kelompok
Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat pemberdayaan ekonomi masyarakat,
diharapkan anggota amasyaraakat dapat
membentuk kelompok. Pembentukan kelompok
sebagai wadah kegiatan usaha produktif dimaksudkan agar penanganan usaha dapat
terarah, interaksi di antara anggota
dapat ditingkatkan dan kesetia-kawanan serta kegotong-royongan dapat dibangun dan dikembangkan. Kesatuan dan persatuan di dalam kelompok bermanfaat untuk mengenali
permasalahan bersama serta merumuskan
langkah penanganan masalah di antara
anggota. Kehadiran kelompok memungkinkan
terjadinya pengawasan manajemen produksi oleh masyarakat sendiri.
Ketepatan dalam penentuan kelompok sasaran program
akan sangat menentukan keberhasilan program tsb. Oleh karena itu, pembentukan kelompok sebagai
salah satu bentuk POKTANI (Kelembagaan Pengelolaan Usahatani padi) harus
melibatkan pihak yang paling mengetahui mengenai profil penduduk di
lingkungan setempat. Pembentukan kelompok
yang menjadi sasaran program pertama-tama diprakarsai oleh para pemuka
masyarakat setempat.
Dalam rangka pembentukan kelompok, perlu dilakukan pendataan penduduk
dengan memakai kriteria yang disepakati penduduk setempat dan dibahas dalam
musyawarah / rembug kelompok. Pendataan
dapat dilaksanakan oleh INSTANSI BERWENANG dan perangkatnya dan dilakukan sedini mungkin sehingga pada saat program
dimulai, telah terbentuk kelompok. Pendataan keluarga sejahtera oleh BKKBN, jika telah dilakukan di desa yang bersangkutan
dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan, sesuai dengan kondisi setempat.
Pembentukan kelompok sebaiknya dilakukan pula melalui
musyawarah desa/dusun/lingkungan/RW/RT dan disarankan pada daftar penduduk yang
telah dibuat dan disepakati bersama.
Dalam pembentukan kelompok, rujukan berikut ini dapat
digunakan:
a. Pembentukan
kelompok didasarkan pada kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya
b. Harus dihindari pembentukan kelompok
yang dipaksakan
c. Dalam wadah kelompok diselenggarakan
kegiatan sosial ekonomi, yaitu usaha pengelolaan usahatani padi, pemupukan
modal dan tabungan, sehingga bermanfaat
bagi semua anggota secara berkelanjutan
d.
Kelompok dapat merupakan
kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan, ditumbuhkan dan dibina
secara khusus oleh aparat desa/kelurahan dan masyarakat setempat.
Dalam
pembentukan kelompok, rumahtangga dapat digolongkan menjadi penduduk yang sudah mempunyai usaha
produktif meskipun kecil- kecilan dan penduduk yang benar-benar tidak mempunyai
pekerjaan tetap dan dengan demikian juga tidak mempunyai penghasilan
tetap. Bagi mereka yang mempunyai usaha
produktif, kelompok dibentuk dengan memilih pengurus yang kemudian bersama
anggota merencanakan kegiatan
simpan-pinjam dengan modal kerja dari
berbagai sumber. Bagi penduduk lainnya
diupayakan untuk menciptakan lapangan
usaha dan lapangan kerja, dengan
bantuan pendamping, baik yang ditugaskan oleh camat, dari aparat desa dan
kalangan petugas lapangan berbagai instansi yang ada di desa, maupun dari
kalangan masyarakat desa yang telah lebih sejahtera dan berhasil dalam
kehidupan ekonominya. Untuk ini perlu
ditemukenali kegiatan stimulan yang dapat membuka lapangan usaha dan lapangan kerja
bagi warga pedesaan.
6.2.3. Pemberdayaan
kelompok
Untuk mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi,
dalam kelompok perlu diupayakan peningkatan pendapatan, peningkatan keterbukaan
wawasan dan sikap bekerjasama, dan peningkatan sifat demokratis- partisipatif
dalam penyelenggaraan kelompok. Adanya upaya peningkatan pendapatan ditandai
dengan dilenggarakannya pemupukan modal, tabungan, serta usaha produktif
anggota. Adanya keterbukaan ditandai
dengan kesediaan anggota kelompok untuk menerima gagasan dan kelembagaan
baru. Adanya kegotong-royongan ditandai dengan upaya pemberian bantuan dari keluarga yang sudah sejahtera
kepada keluarga yang belum sejahtera.
Adanya demokrasi ditandai dengan kepemimpinan kelompok yang dipilih dari dan oleh anggota,
dan pengambilan keputusan yang dilakukan
secara musyawarah.
Kelompok yang disiapkan dan dibina secara baik akan
berfungsi sebagai wahana proses belajar-mengajar anggotanya, wahana untuk
menajamkan masalah bersama yang dihadapi, wahana pengambilan keputusan untuk
menentukan strategi menghadapi masalah bersama, dan wahana mobilisasi
sumberdaya para anggota. Kelompok
sebagaimana dimaksud belkum tentu telah ada di semua desa/kelurahan. Oleh
karena itu, dalam rangka pelaksanaan program Pengelolaan usahatani padi di
lokasi yang bersangkutan, perlu ditumbuh-kembangkan kelompok masyarakat dengan
memanfaatkan kelompok nyang sudah ada
seperti kelompok akseptor KB, kelompok tani , kelompok
pendengar-pembaca-pemirsa (kelompencapir) sebagai wahana kebersamaan.
6.2.4.
Manfaat POKTANI
a. Meningkatkan kesejahteraan para anggota
b. Mengembangkan sikap hidup hemat, ekonomis dan berpandangan
ke depan
c. Memberikan pelayanan modal /informasi
kepada anggota
d. Mengembangkan usaha produktif anggota
e. Melatih diri berfikir dan bermusyawarah
f. Belajar memimpin dan mengembangkan tanggung-jawab
g. Mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung
h. Meningkatkan kepercayaan pihak lain
(seperti Bank).
6.3. PERSYARATAN PEMBENTUKAN POKTANI
Kelompok yang dicirikan oleh adanya sekelompok orang
yang saling mengenal dan bersepakat untuk saling membantu satu sama lain akan
lahir kalau syarat berikut ini terpenuhi:
a. Adanya ikatan pemersatu yang jelas, yaitu
salah satu atau beberapa unsur berikut ini:
- Kesamaan
tempat tinggal
- Kesamaan
tempat usaha
- Kesamaan
jenis pekerjaan atau profesi, misalnya Usahatani
- Kesamaan
hobi atau kesenangan
- Kesamaan
organisasi
- Kesamaan
tempat asal (paguyuban)
- Kesamaan
status (pemuda, wanita, dll)
b. Ada kesamaan kebutuhan
ekonomi tertentu, seperti:
-
Kebutuhan modal usaha
-
Kebutuhan bahan baku
atau barang dagangan tertentu
-
Kebutuhan sarana tempat usaha
-
Kebutuhan kelancaran penjualan hasil produksi.
c. Adanya
pemrakarsa atau sekelompok kecil orang inti yang memiliki peranan paling
berpengaruh dan dipercaya orang lain di sekelilingnya
d. Ada orang yang dengan
sukarela bersedia mengelola dan
melakukan kegiatan pelayanan kepada para
anggota
e. Ada lembaga atau
perorangan yang memberikan bimbingan
dalam pengembangan program kegiatan kepada kelompok
f. Ada tujuan bersma yang
disepakati dan memberikan manfaat nyata kepada
anggotanya.
6.4. PRINSIP
DASAR: POKTANI
a. POKTANI
bekerja atas dasar dari, oleh dan untuk anggota
b. Keanggotaan
POKTANI berdasarkan kesadaran, dan
terbuka untuk umum
c. POKTANI
bergerak dalam bidang sosial-ekonomi, khususnya pelayanan tabungan dan kredit bagi para anggota
d. Menyelenggarakan
pertemuan secara teratur
e. Menyelenggarakan
pendidikan serta pengembangan pengetahuan
anggota secara terus menerus
f. Manajemen POKTANI
Bersifat terbuka
6.5.
KESEPAKATAN dalam PENGELOLAAN usahatani padi
Dalam rangka meningkatkan usaha produktif dalam POKTANI,
perlu diambil suatu kesepakatan bersama
yang dapat dipakai sebagai ketentuan/ aturan yang harus dipatuhi oleh
semua anggota kelompok.
Kesepakatan ini harus
dibuat untuk menjaga dan
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
di kemudian hari. Kesepakatan tersebut diambil atau diputuskan dalam
rapat anggota, a.l.
- Kesepakatan tentang besarnya pinjaman, simpanan,
angsuran dll
- Kesepakatan tentang jadwal pertemuan anggota
- Kesepakatan tentang musyawarah kelompok untuk
pengambilan keputusan
- Kesepakatan tentang pemanfaatan bantuan teknik.
6.6. PRINSIP
DASAR ORGANISASI POKTANI
a. Kekuasaan
tertinggi dalam Kelompok berada pada rapat anggota (RA)
b. Pengurus
dan badan pemeriksa dipilih dari , oleh dan di dalam rapat anggota
c. Pengurus
dan badan pemeriksa hanya dapat diberhentikan
melalui rapat anggota
d. Pengurus
dan badan pemeriksa bertanggung-jawab
kepada rapata anggota
e. Organisasi
hanya dapat dibubarkan oleh rapat anggota
f. Tugas dan
wewenang pengurus diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
g. Tugas
tanggungjawab pengurus: mengelola organisasi usaha kelompok, melakukan segala
perbuatan hukum untuk dan atas nama, dan
mewakili Kelompok di luar dan dihadapan pengadilan.
h. Masa
jabatan pengurus hendaknya diatur secara jelas, misalnya dua atau tiga tahun.
i. Pengurus
minimal eterdiri atas tiga orang, di antaranya sekretaris dan bendahara.
j. Jika
dipandang perlu pengurus dengan persetujuan
RA dapat mengangkat seksi-seksi, seperti seksi kredit, seksi usaha,
dll.
k. Kewajiban
anggota: menghadiri pertemuan anggota, menabung secara teratur, membayar
kembali pinjaman sesuai dengan ketentuan, menghadiri/melibatkan diri dalam kegiatan Kelompok.
7. PENDAMPINGAN
Usaha
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara lestari, usaha pengelolaan agribisnis
secara utuh dalam konteks pembangunan masyarakat yang bertumpu pada peran-serta
aktif masyarakat dan peningkatan produktivitas rakyat (people empowerment). Agar supaya usaha ini menjadi lebih efektif,
maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan sektor secara terpadu dan
terfokus sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah, terutama potensi
pengembangan agrokompleks, mulai dari sektor industri primer, sekunder dan
tersier.
Program agribisnis ini dimaksudkan untuk menumbuhkan
dan memperkuat kemampuan kelompok masyarakat pedesaan untuk meningkatkan taraf
hidupnya dengan membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha dengan
melibatkan komoditas unggulan desa.
Program ini diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk
mewujudkan kemandirian masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip
sekala ekonomi, usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta menerapkan
semangat dan kegiatan kooperatif dalam bentuk POKTANI dengan dukungan
masyarakat.
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, masyarakat
perlu dibina dan didampingi untuk mampu mengembangkan kelompok usaha bersama.
Oleh karena itu masyarakat diberikan wewenang
penuh untuk menjalankan usaha produktifnya. Dengan demikian sasaran
pendampingan adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berusaha secara
produktif dan ekonomis.
Pendampingan masyarakat melalui POKTANI memerlukan
tenaga pendamping yang handal. Untuk
dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, tenaga pendamping ini harus siap
bekerja secara purna waktu.
7.1. Tenaga Pendamping
7.1.1.
Pengertian
Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa
yang berasal dari berbagai instansi pemerintah atau dari masyarakat, yang
memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan
usaha ekonomi masyarakat.
7.1.2. Tugas
Pendampingan
Pendamping bertugas antara lain (1) mengarahkan
penduduk yang bergabung dalam POKTANI sehingga menjadi suatu kebersamaan yang
berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan, (2) sebagai pemandu (fasilitator),
penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan POKTANI
dan pendamping pengelolaan kegiatan usaha agroindustri.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, pendamping
dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.
Ruang lingkup tugas pendamping adalah sbb:
a. Melalui prakarsanya, pendamping memandu pengembangan POKTANI
melalui musyawarah RT/RW/Lingkungan/Dusun/Desa.
b. Mendampingi POKTANI agar berfungsi sebagai wahana proses belajar
mengajar proses alih teknologi, pengambilan keputusan, mobilisasi sumberdaya
para anggota dan komunikasi antara anggota dengan para pendamping.
c. Bersama
aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari
para anggota dan pengurus POKTANI.
d. Mengembangkan
sistem informasi pasar hasil produksi dan sarana produksi, serta ketersediaan
teknologi tepat guna.
e. Meningkatkan
kerjasama dengan para tokoh masyarakat,
lembaga- lembaga penelitian serta lembaga-lembaga suasta.
f. Memantau
permasalahan dan hambatan dalam pengembangan usaha para anggota POKTANI
g. Mengidentifikasi
kebutuhan teknologi dan menginformasikannya ke lembaga-lembaga inovasi teknologi.
7.1.3. Kegiatan Utama Pendamping
a. Pemahaman
a. Memahami
berbagai Juknis dan Juklak dan berbagai pengarahan aparat terkait
b. Memahami
berbagai prosedur perkreditan formal melalui Koperasi/Bank
c. Memahami
aspirasi dan usaha POKTANI yang akan
didampingi
d. Mengidentifikasi
jenis sumberdaya yang ada pada masyarakat dan peluang-peluang berusaha
e. Merumuskan
kebutuhan POKTANI, terutama untuk pengembangan usahanya.
b. Menyusun
Jadwal Kerja
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pendamping perlu
menyusun jadwal kerja. Caranya adalah
sbb:
a. Membaca serta
memahami dahulu langkah-langkah kegiatan pendampingan
b. Membahas dan
menyusun rencana jadwal kerja dengan sesama pendamping
c. Pendamping
membicarakan serta menyepakati rencana jadwal kerja dengan IPAS.
c. Membantu
Pendataan RTP
Dalam rangka mengembangkan POKTANI dan menggerakkan
usaha kelompok, data tentang penduduk, keadaan sosial ekonomi masyarakat,
jenis-jenis sumberdaya yang dimiliki perlu dikumpulkan melalui
pengembangan sistem pendataan yang
efisien. Sasaranannya adalah
terciptanya bank data tentang masyarakat
Desa, yang dapat dipergunakan untuk membuat perencanaan sesuai dengan keinginan
kelompok dan evaluasi kemajuan POKTANI.
Dalam rangka pelaksanaan program KIPMAS-SUSU, maka penduduk
desa baik pria maupun wanita perlu ditata dan disiapkan secara seksama.
Pendataan didasarkan atas kriteria setempat yang telah disepakati bersama oleh
Pemerintah Desa/Kelurahan dan Tokoh/Pemuka Masyarakat serta BPD. Pendataan mereka meliputi aspek-aspek: (a)
sumber-sumber pendapatan keluarga, (b)
pemenuhan kebutuhan hidup minimal seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan
kesehatan.
Hasil pendataan RTP ini merupakan
bahan yang akan dibahas dan
dimusyawarahkan. Untuk itu pendamping harus melakukan hal-hal sbb: (a)
menghimpun data penduduk desa yang ada di desa/dusun; (b) mengelompokkan data
penduduk dalam kelompok penduduk berdasarkan jenis-jenis usaha yang telah ada
dan kelompok penduduk yang belum mempunyai jenis usaha serta berdasarkan lokasi
tempat tinggalnya.
d. Membantu Pembentukan POKTANI
Kelompok adalah kumpulan RTP setempat yang menyatukan
diri dalam usaha pengelolaan usahatani padi untuk meningkatkan kesejahteraan,
keswadayaan dan kegotong-royongan. Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya
mempercepat penanggulanan kemiskinan, penduduk desa harus didorong membentuk
kelompok usaha bersama. Pembentukan POKTANI
ini dapat diprakarsai oleh pendamping bersama-sama dengan tokoh masyarakat.
Dalam membantu pembentukan POKTANI tersebut maka perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu:
(a). Pembentukan
POKTANI didasarkan pada kebutuhan RTP, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan
anggota
(b). Harus
dihindari pembentukan POKTANI yang dipaksakan oleh aparat pemerintah, termasuk
aparat desa atau KOPERASI
(c). Dalam
wadah POKTANI ini diselenggarakan usaha produktif agribisnis sapi perah,
pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga memberikan manfaat secara
ekonomis bagi semua anggota POKTANI secara lestari dan berkelanjutan
(d). POKTANI
dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan,
ditumbuhkan, dan dibina secara khusus oleh aparat desa, organisasi
kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat sesuai dengan
ketentuan yang ada, yaitu anggotanya adalah RTP
(e). Pada satu
desa/kelurahan dapat dibentuk beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan atau
dengan mengembangkan kelompok yang ada. POKTANI beranggotakan sekitar 25-30 RTP
yang tinggal dalam satu hamparan.
(f). Pendampingan
terhadap POKTANI disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Jumlah POKTANI yang dibina dibatasi
sebanyak-banyaknya 5 POKTANI.
e.
Membimbing Pengelolaan Usaha
Anggota POKTANI yang belum mempunyai usaha intensif
memerlukan bimbingan dalam manajemen kegiatan.
Manajemen usaha yang dipilih hendaknya berdasarkan; (a). Kesepakatan
anggota POKTANI; (b) berorientasi pada peningkatan pendapatan, (c) kemampuan
anggota, (d) potensi sumberdaya alam yang mendukung, (e) usaha dapat beragam
dalam konteks agrokompleks.
Bagi anggota POKTANI yang sudah mempunyai kegiatan
produktif tetap maka pendamping membimbing guna meningkatkan mutu usaha dan
penambahan modal.
f.
Membimbing Perencanaan Kegiatan Usaha POKTANI
(a). Membantu POKTANI
dalam membahas pengelolaan sumberdaya alam dan manusia sesuai dengan pilihan
terbaik berdasarkan kemampaun yang ada
(b). Membantu
menetapkan jenis kegiatan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kemampuan
sumberdaya yang tersedia. Dengan memperhatikan aspek alat, bahan, cara dan
tempat.
(c). Membantu POKTANI
membahas dan menyusun jadwal kegiatannya.
(d). Membantu Ketua POKTANI untuk menyusun usulan
kegiatan kelompok dengan mengisi formulir
sebagai bahan diskusi.
g.
Mengusahakan Bantuan Teknik
Bantuan teknis dapat berupa :
a. Bidang
pengorganisasian permodalan, pengembangan usaha, pengembangan sumberdaya
manusia, jaringan kerja;
b. Bidang teknis
sektor produksi pengelolaan usahatani padi.
Dalam hal ini pendamping dapat melaksanakan langkah
sebagaiberikut:
a. Pendamping
membuat daftar kebutuhan bantuan teknis dari hasil diskusi POKTANI.
b. Pendamping membuat daftar sumberdaya teknis yang
ada di desa atau sekitarnya.
c. Pendamping mengusahakan bantuan teknis dari
instansi terkait.
g. Membina
Kegiatan Usaha
Dalam mengarahkan pelaksanaan kegiatan usaha harus
diingat:
a. Rencana kegiatan yang telah disusun atau disepakati
sebelumnya.
b. Situasi dan kondisi yang paling tepat
c. Bersifat memotivasi atau mengajak, bukan
menginstruksikan
d. Tingkat perkembangan yang dicapai.
Ada beberapa cara yang dapat dipilih mana yang sesuai
dengan keperluan:
a. Pengarahan
langsung pada waktu usaha dilaksanakan
b. Melalui
pertemuan-pertemuan dengan POKTANI
c. Melalui pertemuan umum seperti: musyawarah RT/RW,
Sholat Jum'at, upacara perayaan dan semacamnya
d. Menjembatani
anggota dan POKTANI yang memerlukan bantuan teknis yang dibutuhkan
e. Pembinaan
dapat juga berupa pemberian penghargaan bagi yang berhasil, memberi motivasi,
melakkukan pembetulan jika ada kekeliruan dan sebagainya.
Jika terjadi masalah atau kemacetan usaha maka dibahas
bersama cara pemecahan masalahnya.
h. Membina
Mekanisme Perguliran (kalau ada)
a. Pada
prinsipnya POKTANI dapat menghimpun dan mengelola serta menggulirkan dana
kelompok sendiri secara berkelanjutan. Pertambahan kapital POKTANI sangat bermanfaat
bagi pertumbuhan dan perkembangan usaha kelompok sehingga pengguliran antar
anggota kelompok sesuai kebutuhannya dan kesepakatan POKTANI. Usaha pengguliran dalam POKTANI harus
didasarkan pada keterbukaan dan kesepakatan yang dipegang teguh oleh para
anggotanya.
b. Pembinaan
pengguliran dana dapat dilakukan melalui cara a.l.: menabung, pemupukan modal.
simpan pinjam, koperasi, dll.
c. Pendamping
perlu memahami kesepakatan dan mekanisme pengguliran dana, dalam hal ini
membantu bagaimana caranya: peminjaman dana, penetapan besarnya bunga dan cara
pembayaran, jangka waktu angsuran, jadwal angsuran, penetapan besarnya
tabungan, dsb.
i. Membimbing Penyusunan Catatan POKTANI dan
Pelaporan.
Membantu
penyusunan catatan pelaksanaan usaha dan kegiatan anggota/ POKTANI .
Selanjutnya diserahkan kepada Koordinator untuk selanjutnya dikirim kepada
instansi yang relevan.
8. MANAJEMEN KONFLIK
8.1. Pendahuluan
Di antara berbagai gejala yang timbul dalam kehidupan
kelembagaan / organisasi adalah konflik, suatu gejala yang merupakan “suratan
tangan” dalam garis kehidupan kelembagaan / organisasi. Ditinjau sisi dinamika
kelembagaan, konflik merupakan suatu kekuatan besar yang dapat mengembangkan
organisasi, namun juga dapat memecah belah bahkan menghancurkan sama sekali. Tidak berbeda dengan sumber
kekuatan lain yang dimiliki organisasi, dalam konflik tersimpan suatu “asset”
besar yang mungkin untuk dimanfaatkan demi pertumbuhan dan perkembangan
organisasi.
Sebagai suatu fakta, keberadaan konflik tidak perlu
dipandang sebagai suatu masalah tetapi akan lebih bermanfaat apabila dipandang
sebagai suatu tantangan untuk dijawab secara tepat. Berkeluh kesah terhadap
sesuatu yang keberadaannya tidak bisa dihindari
adalah perbuatan yang merusak diri sendiri. Mempelajari secara seksama
serta menanggapinya secara positif tentunya merupakan perbuatan yang lebih
bijaksana. Dengan perkataan lain, tantangan yang dihadapi dalam kehidupan
organisasi bukan bagaimana menghilangkan atau menghindari timbulnya konflik,
tetapi bagaimana menanganinya secara
baik.
Dalam rangka mewujudkan maksud tersebut, pengetahuan
tentang pengertian konflik, fungsi serta dinamika konflik perlu dipahami untuk
memungkinkannya mengembangkan cara-cara menanganinnya. Meningkatkan manajemen
konflik betul-betul menuntut upaya sadar yang taat asas, karena hal tersebut
mengandung proses perubahan baik persepsi, pengetahuan, sikap bahkan perilaku
yang berkepentingan.
8.2. PENGERTIAN MAKNA KONFLIK
Konflik pada hakekatnya merupakan setiap ketegangan
(tension) yang dialami seseorang apabila ia berpandangan bahwa kebutuhan atau
keinginannya dihambat atau dikecewakan pemenuhannya. Ketegangan tersebut dapat
timbul karena orang tersebut mengalami / menginginkan dua hal yang tidak “klop”
satu sama lain. Hal seperti ini, kalau terjadi dalam diri orang yang
bersangkutan sendiri , disebut konflik intrapersonal. Namun konflik
juga dapat timbul akibat terjadinya ketidak-sesuaian kepentingan antara dua
pihak atau lebih : inilah yang dikenal sebagai konflik interpersonal.
Konflik dapat juga dimaknakan sebagai perjuangan antar
kebutuhan, keinginan, gagasan, kepentingan ataupun orang-orang yang saling
bertentangan. Dengan kata lain konflik timbul karena ketidaksesuaian
(incongruency) dalam :
1.
Sasaran (goals)
2.
Nilai (Values)
3.
Pikiran
(cognition)
4.
Perasaan (affect)
5.
Perilaku
(behavior)
Untuk dapat lebih memahami serta memanfaatkan
keberadaan konflik dalam suatu kelembagaan / organisasi diperlukan suatu cara
pandang yang tepat. Pengalaman nyata dalam kehidupan organisasi, tidak jarang menunjukkan
adanya kesalahan persepsi terhadap konflik terutama justru di kalangan pimpinan
organisasi. Untuk memperoleh pandangan/persepsi yang tepat memang dituntut
kedewasaan terutama dalam hal pengendalian diri.
Pandangan tradisional mengungkapkan konflik sebagai
sesuatu yang jelek dan harus dihindari dengan cara apapun. Akibatnya adalah timbul kecenderungan untuk
menekan konflik tersebut dan menyembunyikan dari permukaan. Dengan perbuatan
demikian, diharapkan konflik tersebut
akan lenyap dengan sendirinya. Lain halnya dengan pandangan perilaku, tentunya
merupakan pandangan yang lebih baru, yang memandang konflik sebagai suatu
fenonema yang timbul secara alamiah dan tidak dapat dihindari, ia bahkan
inherent dalam setiap sistem serta tidak terlalu jelek. Konflik dapat bersifat
fungsional bagi individu, kelompok maupun organisasi. Fungsionalisasi konflik
dapat dipelajari dari beberapa aspek sebagai berikut :
1.
Konflik
“menjernihkan udara atau melapangkan dada” , karena melalui konflik orang
mengeluarkan segala uneg-uneg yang selama ini mengganjal di dalam hati.
2.
Apabila dalam
suatu sistem tidak terjadi ketegangan (konflik) sama sekali, maka sistem
tersebut akan statis dan orang akan cepat bosan akibat status quo tersebut.
Jadi sebenarnya konflik pada tingkat yang optimal menjadi esensial bagi inovasi
karena dapat mendorong dan memelihara interaksi antar pribadi serta tempat
kerja dalam suasana yang sehat dan kreatif.
3.
Konflik antar
kelompok, konflik antar dua kelompok atau lebih mendorong kohesi intra kelompok
apabila suatu “musuh” bersama yang harus dihadapi bersama-sama oleh anggota
kelompok.
4.
Banyak peraturan,
tata tertib, prosedur dan perubahan-perubahan dari dimensi lain baik struktural
maupun proses dibuat sebagai akibat timbulnya situasi konflik.
5.
Konflik dapat
juga berlaku sebagai alat keseimbangan kekuasaan (power equalizer). Hal ini
juga tampak jelas dalam negosiasi antara manajenem dengan serikat pekerja.
Dalam batas-batas tertentu, konflik dapat menimbulkan
hal-hal yang bermanfaat dan bersifat fungsional bagi individu, kelompok maupun
organisasi. Tetapi konflik yang berkembang secara berlebihan dan tidak
terkendali cenderung akan berakibat destruktif dalam berbagai macam
perwujudannya. Dengan demikian tampaknya ada suatu tingkat yang optimum dimana
konflik menjadi suatu gejala yang berguna dalam rangka menciptakan suasana yang
sehat, kreatif dan produktif. Untuk mencapai maksud tersebut maka konflik harus
dikelola.
8.3. DINAMIKA KONFLIK
Pemahaman atas dinamika konflik sangat bermanfaat bagi
anggota organisasi dan organisasi itu sendiri. Dari konflik akan muncul
serangkaian perilaku dan tanggapan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan. Sebagai contoh, apabila ada seorang
pimpinan (P) yang melihat seorang karyawan (K) sedang berbincang-bincang dengan
karyawan lain padahal waktu itu K diharapkan mengerjakan sesuatu tugas mendesak
baginya. P mengalami ketegangan karena apa yang diharapkan (yaitu K mengerjakan
tugas yang mendesak) berbeda jauh dengan apa yang ia lihat atau sebenarnya
terjadi (yaitu K berbincang-bincang dengan temannya). Dengan nada tinggi P
menegur K mengapa ia tidak melakukan tugas tetapi mengobrol dengan temannya. K
merasa tersinggung dengan memberikan dalih bahwa ia tidak bisa menolak apabila
ada orang yang datang kepadanya untuk urusan dinas. P merasa bahwa K
mencari-cari alasan dan P menjadi kian marah. Dengan demikian terbentuklah
suatu rangkaian atau rantai reaksi atas perilaku dan tanggapan yang timbul.
Salah
satu model konflik yang dikenal adalah “Conflict Episode”. Ada lima
tahapan sejak suatu konflik itu berawal yang dilaluinya sebagai suatu proses
yaitu :
1.
Latent Conflict :
Tahap dimana muncul faktor-faktor dalam situasi yang dapat menjadi kekuatan
potensial guna mendorong konflik.
2.
Percieved
Conflict : Tahap dimana satu pihak memandang pihak lain seperti akan menghambat
atau mengancam sasarannya.
3.
Felt Conflict :
Tahap dimana konflik tidak hanya dipandang atau dianggap ada, namun benar-benar
dirasakan dan dikenali keberadaannya.
4.
Manifest Conflict
: Tahap dimana kedua belah pihak berperilaku yang mengundang tanggapan dari
pihak lain.
5.
Conflict
Aftermath : Tahap sesudah konflik diatasi, tetapi masih terdapat sisa-sisa
ketegangan yang tertinggal pada pihak-pihak yang bersangkutan yang nantinya
disamping hal-hal lain dapat menjadi dasar bagi “Latent Conflict” pada episode
berikutnya.
Conflict Episode sebagai suatu proses yang terdiri
atas tahap-tahapan beruntun dapat diperjelas dengan menyajikannya dalam bentuk
sebagai berikut :
PROSES DARI CONFLICT EPISODE
8.4. PEMECAHAN KONFLIK
Pemecahan konflik dapat beralngsung dalam berbagai
bentuk, dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Setidak-tidaknya ada lima macam bentuk/cara
dalam pemecahan konflik, yaitu :
1.
Kolaborasi
Kolaborasi dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik secara bersama-sama mencari pemecahan masalah dengan pendekatan
menang-menang (win-win approach)
2. Kompetisi
Di sini pendekatan menang-kalah (win-lose approach) yang dipakai sehingga pihak yang lebih kuat yang
akan menang, seperti misalnya dalam memperjuangkan sumber-sumber yang terbatas.
3. Akomodasi
Seorang atau pihak tertentu dapat menampung kebutuhan
pihak lain dengan cara menyerahkan atau mengorbankan keinginannya sendiri.
4. Kompromi
Kompromi merupakan kemauan untuk berbagi sumber-sumber
yang terbatas / tersedia di antara pihak-pihak yang terlibat.
5. Hindari
Hal ini dapat dilakukan oleh salah satu pihak atau
keduanya.
Perlu dipahami bahwa dampak dari konflik akan
tergantung pada cara yang dipakai dalam pemecahan konflik tersebut. Apabila
dengan cara pemecahan tertentu, kedua belah pihak merasa puas maka tidak ada
masalah. Tetapi apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa
dikecewakan, maka keadaan ini akan berbuntut lain. Pihak atau pihak-pihak yang
dikecewakan akan menyimpan ketegangan tertentu dalam dirinya dan hal ini dapat
menjadi kekuatan tersembunyi untuk munculnya latent conflict yang mudah sekali tersulut akibat insiden tertentu.
Konflik perlu di”managed” dengan tepat. Konflik harus
dipecahkan pada saat atau segera setelah ia berada pada tingkat optimum dan
sebelum akibat-akibat yang disfungsional mulai muncul.
Bagaimana untuk mengetahui cara pemecahan apa yang
harus dipakai serta dalam situasi bagaimana pemakaian tersebut, disarankan
digunakan pendekatan kontijensi dalam pemecahan konflik.
8.5. MODEL PEMECAHAN KONFLIK
Secara ringkas, cara-cara tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Kompetisi
Kompetisi merupakan pemecahan yang berorientasi pada kekuasaan dan cara ini dipergunakan dengan memanfaatkan kekuasaan apapun yang dimiliki atau ada ditangannya seperti misalnya: Pengetahuan, Ketrampilan, Rank, Hubungan Intim, dan sebagainya yang memungkinkannya untuk menang. Cara ini sangat berguna terutama dalam situasi keterbatasan sumber yang tersedia. Demikian juga akan masa kritis dimana keputusan harus dibuat secara tepat.
2. Kolaborasi
Kolaborasi mencakup upaya untuk bekerja sama dengan
pihak lain dalam rangka mencari pemecahan yang memuaskan kedua belah pihak.
Kepentingan kedua belah pihak memperoleh perhatian besar serta ketidak sesuaian
dibahas secara rinci dan berusaha sungguh-sungguh untuk memetik kemanfaatan
dari situasi tanpa menyakiti pihak lain.
Cara ini menjadi sangat berguna terutama apabila
kepentingan kedua belah pihak sama-sama pentingnya sehingga sulit
dikompromikan.
3. Kompromi
Kompromi ini dilakukan dengan mengambil posisi tengah
antara dimensi yang bersifat menyerang dan kerja sama. Pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik sama-sama mengusahakan pemecahan yang cukup memuaskan,
walaupun memang tidak memuaskan sepenuhnya.
Cara ini dilakukan misalnya dengan mengabaikan
perbedaan-perbedaan yang ada sambil memberikan atau saling bertukar konsesi.
Kompromi merupakan cara yang sangat berguna terutama
apabila sasaran yang ingin dicapai cukup penting namun tidak sedemikian penting
sehingga menuntut cara yang lebih “keras”. Cara
ini juga baik untuk konflik dimana kedua belah pihak memiliki kekuasaan
yang relatif seimbang, atau juga dalam situasi yang menuntut keputusan secara
cepat.
4. Hindari
Hindari sebagai cara menghadapi
konflik dilakukan apabila seorang individu bersikap tidak bermusuhan dan tidak
juga kooperatif dalam arti bahwa yang bersangkutan menaruh perhatian yang
sangat rendah baik atas kepentingannya sendiri maupun kepentingan lawan. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengesampingkan secara diplomatis isu yang
menimbulkan konflik, menunda pembahasan atau menarik diri baik secara fisik
maupun psikologis dari situasi yang dirasakan mengancam tersebut.
Cara ini sangat fungsional terutama bila isu yang
terlibat bersifat sederhana atau kecil.
Disamping itu, cara ini merupakan alternatif terbaik jika yang
bersangkutan memiliki kekuasaan yang sangat rendah sehingga sangat kecil
kemungkinan pemuasannya, atau tidak memadai antara pengorbanan yang akan
diderita akibat konfrontasi dengan kemanfaatan yang dapat dipetik.
5. Akomodasi
Akomodasi terwujud dalam bentuk
kemurahan hati, mengikuti / mengakomodasi kehendak pihak lain atau menerima
pandangan pihak lain tersebut. Jadi pada hakekatnya si individu mengabaikan kepentingan sendiri demi
memuaskan pihak lain ; ada pengorbanan diri dalam akomodasi ini.
Cara ini tepat dilakukan dalam situasi dimana si
individu menyadari bahwa ia bersalah, atau kepentingan pihak lain jauh lebih
menonjol daripada kepentingan sendiri. Akhirnya cara ini juga tepat untuk
menghindarkan diri dari akibat yang lebih parah.
Teknik untuk memecahkan konflik dapat diringkas
sebagai berikut :
1.
Kendalikan emosi
1.1. Anggap sederajat
1.2. Dengarkan dengan baik
1.3. Kemukakan pendapat
1.4. Ungkapkan perasaan
2.
Pemecahan
kolaboratif.
2.1. Definisikan masalah
2.2. Curah pendapat
2.3. Pemilihan alternatif terbaik bagi kedua pihak
2.4. Rencanakan tindakan
2.5. Evaluasi.
Adakalanya proses pemecahan konflik membutuhkan
“campur tangan” pihak ke tiga. Keterlibatan pihak ke tiga ini dapat
dimanfaatkan dalam beberapa bentuk atau versi, yaitu :
1.
Arbitrasi
Sesuai dengan namanya, keterlibatan pihak ketiga dalam
proses pemecahan konflik yang terjadi adalah untuk bertindak sebagai “wasit”
atau “hakim” yang akan memutuskan. Keputusan tersebut dibuat setelah pihak
ketiga mendengarkan dengan baik pendapat kedua belah pihak.
2.
Mediasi
Tidak jarang terjadi bahwa dalam perkembangan
terjadinya konflik, komunikasi justru terputus. Keadaan semacam ini jelas lebih
mempersulit pemecahannya. Untuk membangun kembali komunikasi yang putus
tersebut, jasa pihak ketiga dapat dimanfaatkan yaitu bertindak sebagai
perantara. Dengan demikian pihak ketiga berwenang langsung dalam pemecahannya
sendiri. Ia semata-mata berfungsi sebagai mediator.
3.
Konsultasi antar
pihak
Pihak ketiga dalam kapasitasnya sebagai konsultan dan
pengarah membantu pihak-pihak yang sedang konflik dengan cara mengembangkan
hubungan dan kemampuan mereka dalam memecahkan konflik yang terjadi.
Langkah-langkah
taktis berikut ini, dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan konflik di dalam
dan/atau antar kelembagaan:
Langkah pertama :
Tentukan pihak ke tiga yang disetujui bersama untuk
menjadi konsultan mediasi.
Langkah ke dua :
Jelaskan dengan gamblang, tujuan dari usaha penengahan
mediasi / solusi masalah tersebut.
Langkah ke tiga :
Pihak ke tiga menemui pihak yang konflik secara
terpisah guna mengetahui bagaimana masing-masing pihak mempersepsi diri sendiri
dan pihak lain. Disyaratkan untuk melakukannya secara lisan dan tertulis.
Langkah ke empat :
Bahan tertulis (informasi lisan) tersebut
dipertukarkan, sehingga masing-masing pihak dapat mempelajari secara seksama.
Langkah ke lima
:
Masing-masing pihak diterima oleh pihak ke tiga
secara terpisah dan diminta untuk menyampaikan kesan-kesannya atas apa yang
dipelajari dari bahan tertulis tersebut.
Langkah ke enam :
Pihak ke tiga (mediator) mempertemukan kedua belah
pihak / kelompok dan mengatur pertemuan sehingga masing-masing pihak
berkesempatan untuk mendengarkan penjelasan pihak lain, kemudian berusaha
mencari penyelesaian bersama.
0 comments:
Posting Komentar