KAJIAN LITERATUR
A. Konsep/Teori yang Relevan dengan Berbagai
Masalah Kesejahteraan Sosial
Ilmu
pekerjaan sosial berhubungan erat dengan kesejahteraan sosial. Hal tersebut
dapat dilihat dari individu yang bermasalah sosial berarti mereka belum dapat
dikatakan sejahtera dalam bidang kesejahteraan sosialnya. Berkaitan dengan masalah-masalah
di bidang kesejahteraan sosial, maka di bawah ini akan dijelaskan beberapa
definisi mengenai pengertian pekerjaan sosial, masalah sosial, dan juga tentang
kesejahteraan sosial.
Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang mempunyai
bidang garapan tersendiri. Berbeda dan lain halnya dengan profesi lain seperti
psikolog, dokter, dan sosiolog. Ada beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para ahli,
yaitu :
a
Pekerjaan Sosial didefinisikan sebagai metode yang
bersifat sosial dan institusional untuk membantu seseorang mencegah dan
memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi, untuk memulihkan dan
meningkatkan kemampuan menjalankan fungsi sosial mereka. Pekerjaan sosial juga
dapat dikatakan sebagai institusi sosial, profesi pelayanan manusia serta seni
praktek yang ilmiah dan teknis (Max Siporin dalam Dwi Heru Sukoco, 1995)
b
Pekerjaan sosial menekankan pada interaksi antara orang
dengan lingkungan sosialnya yang mempengaruhi kemampuan orang untuk
menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya, meringankan stress, mewujudkan aspirasi
dan nilai-nilainya (Allen Pincus dan Anne Minahan dalam Achlis, 1986)
c
Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan profesional yang
dilaksanakan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan
yang bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan maupun kelompok untuk
mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan pribadi dan sosial (Walter A. Friedlander dalam Syarif Muhidin, 1982)
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang membantu meningkatkan keberfungsian
sosial (social functioning) seseorang melalui pemecahan/intervensi
masalah yang dihadapinya.
Masalah atau problema
adalah perbedaan antara das sollen
(yang seharusnya, yang diinginkan, yang dicita-citakan, yang diharapkan) dengan
das sein (yang nyata, yang terjadi).
Dengan kata lain masalah adalah perbedaan antara yang ideal dan real (Abu Huraerah,
2008), menurut Horton dan Leslie dalam Suharto (2000) ”masalah
sosial adalah suatu kondisi yang dirasakan banyak orang yang tidak menyenangkan
serta menuntut pemecahan aksi sosial secara kolektif.”
Parillo yang dikutip Edi Suharto (2005) dalam ”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial,” empat komponen
dalam memahami pengertian masalah sosial, yaitu :
a.
Masalah itu bertahan untuk suatu periode
tertentu.
b.
Dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian
fisik atau mental, baik pada individu maupun masyarakat.
c.
Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau
standar sosial dari satu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat.
d.
Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan.
Lebih
lanjut dijelaskan tentang karakteristik dari masalah sosial antara lain :
a. Masalah
adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan ; suatu masalah sosial baru
dikatakan masalah, apabila kondisi yang dirasakan tidak sesuai harapan
masyarakat.
b. Kondisi
sosial yang dinilai tidak menyenangkan ; penilaian masyarakat sangat penting
dalam menentukan suatu kondisi sebagai masalah sosial, sementara ukuran baik
buruk sangat tergantung pada nilai atau norma yang dianut masyarakat.
c. Masalah
sosial adalah perilaku atau keadaan kompleks yang akibatnya berpengaruh pada
membahayakan kesejahteraan orang banyak (umum) serta dapat mengganggu
kestabilan masyarakat, norma, adat istiadat, norma dan kepercayaan masyarakat.
d. Kondisi
yang menuntut pemecahan. Bagaimana pun beratnya suatu masalah sosial, pasti
membutuhkan pemecahan secara kolektif sesuai dengan kebutuhan permasalahan,
atau pemecahan tersebut harus dilakukan melalui aksi sosial secara kolektif.
Masalah
sosial merupakan gejala-gejala sosial yang tidak diinginkan akibat
ketidakberfungsian dari unsur-unsur masyarakat yang menyebabkan kekecewaan dan
penderitaan. Masalah masyarakat dan problema sosial adalah dua macam persoalan
dalam masalah sosial. Timbulnya masalah sosial adalah dari kekurangan dalam
diri manusia kelompok sosial yang bersumber pada faktor ekonomis, biologis dan
kebudayaan. Sehingga setiap masyarakat mempunyai norma yang berhubungan dengan
kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, mental serta penyesuaian diri
individu atau kelompok sosial.
Ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut para ahli, yaitu :
a.
Menurut Walter A. Friedlander, 1961 dalam Pengantar
Kesejahteraan Sosial oleh Drs. Syarif Muhidin, Msc. “Kesejahteraan sosial
adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan
lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk
mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi
dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin
dan meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakat.”
b.
Menurut
Dwi Heru
Sukoco, 1995 dari buku Introduction to Social Work Practice
oleh Max Siporin.
“Kesejahteraan sosial
mencakup semua bentuk intervensi sosial
yang secara pokok dan langsung untuk meningkatkan keadaan yang baik antara
individu dan masyarakat secara keseluruan. Kesejahteraan sosial mencakup semua tindakan dan proses secara
langsung yang mencakup tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia dan
peningkatan kualitas hidup.”
c.
Kesejahteraan
sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu
orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan
yang sangat mendasar untuk memelihara masyarakat (Zastrow, 2000).
d.
Sebagaimana
batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi
yang betujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan
kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2005).
Setelah membaca beberapa definisi tentang kesejahteraan sosial di atas di atas,
dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan
sosial adalah suatu tindakan yang mengarah kepada kondisi sosial
masyarakat yang menjamin kehidupan masyarakat dalam lingkungan untuk hidup
dengan rasa nyaman, aman, dan tentram untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Pembangunan
pun merupakan suatu konsep yang relevan dengan pemecahan permasalahan sosial.
Pembangunan juga harus memperhatikan berbagai aspek-aspek sosial dan ekonomi
penduduk, pemanfaatan sumber daya alam maupun pengelolaan lingkungan. Menurut
Departemen Sosial Republik Indonesia (2003) dalam Pola Pembangunan
Kesejahteraan Sosial :
Hakikat pembangunan kesejahteraan sosial adalah
upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, keluarga, kelompok
dan komunitas yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu
mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan.
Pembangunan kesejahteraan sosial pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan sosial masyarakat sebaik-baiknya dalam upaya menciptakan
suatu kondisi tata kehidupan sosial yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan
dan ketentraman lahir dan batin sehingga memungkinkan setiap warga masyarakat
memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosialnya secara layak bagi individu,
keluarga maupun masyarakat.
Arah pembangunan kesejahteraan sosial adalah seperti yang tertuang di bawah
ini :
a.
Pencegahan, mencakup kegiatan mencegah timbul, meluas
serta kambuhnya permasalahan baik dalam kehidupan perorangan, keluarga,
kelompok maupun masyarakat.
b.
Rehabilitasi, merupakan proses refungsionalisasi dan
pemantapan taraf kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para PMKS (Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial) mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
c.
Pengembangan, merupakan upaya pemeliharaan dan
peningkatan taraf kesejahteraan sosial para PMKS melalui penggalian dan pendayagunaan
potensi dirinya.
d.
Penunjang, merupakan fungsi pendorong dan pendukung yang
turut menentukan keberhasilan pembangunan.
Pembangunan
kesejahteraan sosial dirancang guna
memenuhi kebutuhan publik yang luas, target utamanya adalah pemerlu pelayanan
kesejahteraan sosial (PPKS), yaitu mereka yang mengalami hambatan dalam
menjalani fungsi sosialnya, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling
mendasar dan karenanya memerlukan pelayanan sosial.
Tujuan
Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia secara menyeluruh yang mencakup:
a.
Peningkatan standar
hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan
masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung dan
rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial.
b.
Peningkatan keberdayaan
melalui penepatan sistem
dan kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan
martabat kemanusiaan.
c.
Penyempurnaan kebebasan
melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-pilihan kesempatan sesuai dengan
aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.
B.
Indikator Masalah Kesejahteraan Sosial
Menurut PUSDATIN Depsos RI tahun 2008 merujuk pada Buku Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) Tahun 2008. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) adalah seseorang,
keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau
gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi
kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan
wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,
ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan,
keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial.
Menurut Kementerian Sosial saat ini terdapat 22 jenis Pemerlu
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS),
yaitu sebagai berikut:
1.
Anak
Balita Telantar
Anak berusia 0-4 tahun yang karena
sebab tertentu, orangtuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa
kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah
seorang/kedua-duanya meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani
maupun sosial.
Indikator
:
a.
Anak
(laki – laki/perempuan) usia 0 – 4 tahun.
b.
Tidak
terpenuhinya kebutuhan dasarnya atau balita yang tidak pernah mendapat ASI/susu
pengganti atau balita yang tidak mendapat makanan bergizi (4 sehat 5 sempurna)
2x dalam satu minggu atau balita yang tidak mempunyai sandang yang layak sesuai
dengan kebutuhannya.
c.
Yatim
piatu atau tidak dipelihara, ditinggalkan oleh orangtuanya pada orang lain, di tempat
umum, rumah sakit, dsb.
d.
Apabila
sakit tidak mempunyai akses kesehatan modern (dibawa ke Puskesmas dan lain–lain).
2. Anak
Telantar
Anak yang berusia
5-18 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan :
miskin/tidak mampu, salah seorang dari orang tuanya/wali pengampu sakit, salah
seorang/kedua orang tuanya/wali pengampu
atau pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengampu atau
pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik
secara jasmani, rohani maupun sosial.
Indikator :
a.
Anak
(Laki-laki/perempuan) usia 5 – 18 tahun.
b.
Anak
yatim, piatu, yatim piatu.
c.
Tidak terpenuhi
kebutuhan dasarnya.
d.
Anak yang lahir karena
tindak perkosaan, tidak ada yang mengurus dan tidak mendapat pendidikan.
3.
Anak
Nakal
Anak yang berusia
5-18 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan
orang lain, akan mengganggu ketertiban umum, akan tetapi (karena usia) belum
dapat dituntut secara hukum.
Indikator :
a. Anak (laki – laki/perempuan) usia 8 sampai
kurang dari 18 tahun dan belum menikah.
b. Melakukan perbuatan (secara berulang) yang
menyimpang atau melanggar norma masyarakat seperti :
1)
Sering
bolos sekolah.
2)
Sering
bohong, ingkar/menipu.
3)
Sering
mencuri di lingkungan keluarga.
4)
Sering
merusak barang/peralatan/sarana umum.
5)
Sering
mengganggu orang lain, memancing keributan atau perkelahian.
6)
Sering
meminta uang/barang dengan paksa.
7)
Perokok
dan peminum.
8)
Melakukan
perkelahian massal (tawuran)
9)
Melakukan
tindak kriminal seperti perjudian, penodongan, perampokan, penjarahan,
pemerkosaan, penganiayaan, pembunuhan dan pelacuran (membayar/dibayar).
4.
Anak
Jalanan
Anak yang berusia 5-18 tahun yang
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran
di jalanan maupun di tempat
– tempat umum.
Indikator :
a.
Anak
(laki-laki/perempuan) usia 5 – 18 tahun.
b.
Melakukan
kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan atau berkeliaran di jalanan
atau di tempat umum minimal 4 jam/hari dalam kurun waktu 1 bulan yang lalu,
seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa
belanjaan di pasar dan lain – lain.
c.
Kegiatannya
dapat membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu ketertiban umum.
5.
Wanita Rawan Sosial
Ekonomi
WRSE (Wanita Rawan Sosial
Ekonomi) adalah Seorang wanita dewasa belum menikah atau janda yang tidak
mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. (Keputusan
Menteri Sosial Nomor. 24/HUK/1996).
Indikator:
a.
Wanita usia 18 - 59
tahun.
b.
Berpenghasilan kurang
atau tidak mencukupi untuk kebutuhan fisik minimum (sesuai kriteria fakir
miskin).
c.
Tingkat pendidikan
rendah (umumnya tidak tamat/maksimal pendidikan dasar).
d.
Isteri yang ditinggal
suami tanpa batas waktu dan tidak dapat mencari nafkah.
e.
Sakit sehingga tidak
mampu bekerja.
6.
Korban
Tindak Kekerasan
Wanita yang
terancam secara fisik atau non fisik (psikologis) karena tindak kekerasan,
diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau
lingkungan sosial terdekatnya.
Indikator
:
a.
Wanita
usia 18–59 tahun atau kurang dari 18 tahun tetapi sudah menikah.
b.
Tidak
diberi nafkah atau tidak boleh mencari nafkah.
c.
Diperlakukan
secara keras, kasar dan kejam (dipukul, disiksa) dalam keluarga.
d.
Diancam
secara fisik dan psikologis (diteror, ditakut-takuti, disekap) dalam keluarga
atau di tempat umum.
e.
Mengalami
pelecehan seksual (di kantor, di RT, di tempat umum antara lain diperkosa atau
dipaksa menjual diri/dieksploitir).
7.
Lanjut
Usia Telantar
Setiap orang
berhubung lanjut usia (60 tahun keatas) tidak mempunyai/berdaya mencari nafkah
untuk keperluan pokok bagi kehidupan sehari-hari. (UU Nomor 13 tahun
1998).Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih karena faktor-faktor tertentu
tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun
sosialnya.
Indikator
:
a.
Usia
60 tahun ke atas (laki-laki/perempuan).
b.
Tidak
sekolah/tidak tamat/tamat SD.
c.
Makan 2 x perhari.
d.
Makan-makanan
berprotein tinggi (4 sehat 5 sempurna)
e.
Pakaian
yang dimiliki kurang dari 4 stel.
f.
Tempat tidur tidak
tetap.
g.
Jika
sakit tidak mampu berobat ke fasilitas kesehatan.
h.
Ada
atau tidak ada keluarga, sanak saudara atau orang lain yang mau dan mampu
mengurusnya.
8.
Penyandang
Cacat
Setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
secara layaknya yang
terdiri dari ; a. Penyandang cacat fisik, b. Penyandang cacat mental,
dan c. Penyandang cacat fisik dan mental (UU Nomor 4 tahun 1997).
a.
Penyandang
Cacat Fisik
1)
Penyandang Cacat Tubuh
Seseorang yang menderita kelainan pada
tulang dan atau sendi anggota gerak dan tubuh, kelumpuhan pada anggota gerak
dan tulang, tidak lengkapnya anggota gerak atas dan bawah, sehingga menimbulkan
gangguan atau menjadi lambat untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara
layak/wajar.
Indikator :
a)
Anggota tubuh tidak
lengkap putus/amputasi tungkai, lengan atau kaki.
b)
Cacat
tulang/persendian.
c)
Cacat
sendi otot dan tungkai, lengan atau kaki.
d)
Lumpuh.
2)
Penyandang Cacat Mata
(Tuna Netra)
Seseorang yang buta kedua matanya atau
kurang awas (low vision) sehingga
menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.
Indikator :
a)
Buta
total (buta kedua mata).
b)
Masih
mempunyai sisa penglihatan atau kurang awas (low
vision).
3)
Penyandang
Cacat Rungu/Wicara
Seseorang yang tidak dapat mendengar dan
berbicara dengan baik sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari secara layak/wajar.
Indikator :
a)
Tidak dapat mendengar
atau memahami perkataan yang disampaikan
pada jarak 1 meter tanpa alat bantu dengar.
b)
Tidak dapat bicara sama
sekali atau berbicara tidak jelas (pembicaraannya tidak dapat dimengerti).
c)
Mengalami hambatan atau
kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
b.
Penyandang
Cacat Mental.
Seseorang yang menderita kelainan
mental/jiwa sehingga orang tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan
perbuatan yang umum dilakukan orang lain seusianya atau yang tidak dapat
mengikuti perilaku biasa sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari secara layak/wajar.
Penyandang Cacat
Mental terdiri dari :
1)
Penyandang
Cacat Mental Eks Psikotik
a)
Eks Penderita penyakit
gila.
b)
Kadang
masih mengalami kelainan tingkah laku.
c)
Sering mengganggu orang
lain.
2)
Penyandang
Cacat Mental Retardasi
a)
Idiot : kemampuan mental dan tingkah lakunya
setingkat dengan anak normal usia 2 tahun, wajahnya terlihat seperti wajah
dungu.
b)
Embisil : kemampuan
mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 3-7 tahun.
c)
Debil : kemampuan mental dan tingkah lakunya
setingkat dengan anak normal usia 8-12 tahun.
3)
Penyandang
Cacat Fisik dan Mental/Ganda
Seseorang yang menderita kelainan fisik
dan mental sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh,
penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara serta mempunyai kelainan
mental atau tingkah laku, sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.
9.
Tuna
Susila
Seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama
atau lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian di luar perkawinan
yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.
Indikator :
a.
Seseorang
(laki-laki/perempuan) usia 18 – 59 tahun.
b.
Menjajakan
diri di tempat umum, di lokasi atau tempat pelacuran (bordil) dan tempat
terselubung (warung remang-remang, hotel, mall dan diskotik).
10. Pengemis
Orang-orang yang
mendapat penghasilan dengan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara
dan alasan untuk mengharapkan belas
kasihan orang lain.
Indikator :
a.
Anak
sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.
b.
Meminta-minta
di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan jalan (lampu lalu lintas),
pasar, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.
c.
Bertingkah
laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura-pura sakit, merintih dan
kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-bacaan ayat suci, sumbangan untuk
organisasi tertentu.
d.
Biasanya
mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur dengan penduduk pada
umumnya.
11. Gelandangan
Orang-orang yang hidup dalam keadaan
tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta
tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.
Indikator
:
a.
Anak sampai usia dewasa
(laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun, tinggal di sembarang tempat dan
hidup mengembara atau menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota besar.
b.
Tidak mempunyai tanda
pengenal atau identitas diri, berperilaku kehidupan bebas/liar, terlepas dari
norma kehidupan masyarakat pada umumnya.
c.
Tidak
mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil sisa makanan atau
barang bekas dan lain-lain.
12. Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK)
Seseorang yang
telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa
pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk
menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapatkan
kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara
normal
Indikator
:
a.
Usia
18 tahun sampai usia dewasa.
b.
Telah
selesai atau segera keluar dari penjara karena masalah pidana.
c.
Kurang
diterima/dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan masyarakat.
13. Korban Penyalahgunaan NAPZA
Seseorang yang menggunakan narkotika,
psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras di luar tujuan pengobatan
atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.
Indikator :
a.
Usia
10 tahun sampai usia dewasa.
b.
Pernah
menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk
minuman keras, yang dilakukan sekali, lebih sekali atau dalam taraf coba-coba.
c.
Secara
medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter yang
berwenang.
14.
Keluarga
Fakir Miskin
Orang yang sama sekali tidak mempunyai
sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian
dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. (PP No. 42
tahun 1981).
Seseorang atau kepala keluarga yang sama
sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata
pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang
layak bagi kemanusiaan.
Indikator
:
a.
Seorang
kepala keluarga usia 18-59 tahun.
b.
Penghasilan
rendah atau berada di bawah garis kemiskinan seperti tercermin dari tingkat
pengeluaran perbulan, yaitu Rp. 62.000,- untuk perkotaan, dan Rp. 50.090,-
untuk pedesaan (tahun 2000) per orang per bulan.
c.
Tingkat
pendidikan pada umumnya rendah : tidak tamat SLTP, tidak ada ketrampilan
tambahan.
d.
Derajat
kesehatan dan gizi rendah.
e.
Tidak
memiliki tempat tinggal yang layak huni, termasuk tidak memiliki MCK.
f.
Pemilikan
harta sangat terbatas jumlah atau nilainya.
g.
Hubungan
sosial terbatas, belum banyak terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan.
h.
Akses informasi
terbatas (baca koran, radio).
15.
Keluarga
Berumah Tidak Layak Huni
Keluarga yang kondisi perumahan dan
lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik
secara fisik, kesehatan maupun sosial.
a. Kondisi Rumah :
1)
Luas
lantai per kapita kota < 4m2, desa < 10 m2.
2)
Sumber air tidak sehat,
akses memperoleh air bersih terbatas.
3)
Tidak mempunyai akses
MCK.
4)
Bahan bangunan tidak
permanen atau atap/dinding dari bambu, rumbia.
5)
Tidak
memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara.
6)
Tidak memiliki
pembagian ruangan.
7)
Lantai
dari tanah dan rumah lembab atau pengap.
8)
Letak
rumah tidak teratur dan berdempetan.
9)
Kondisi rusak.
b. Kondisi Lingkungan :
1)
Lingkungan kumuh dan
becek.
2)
Saluran pembuangan air
tidak memenuhi standar.
3)
Jalan setapak tidak
teratur.
c. Kondisi Keluarga :
1)
Kebanyakan keluarga
miskin usia 18-59 tahun, pengeluaran biaya hidup tidak melebihi Rp. 62.000,-
untuk perkotaan, dan Rp. 50.090,- untuk pedesaan (tahun 2000) per orang per
bulan.
2)
Kesadaran untuk ikut
serta memiliki dan memelihara lingkungan pada umumnya rendah (ikut bersih
kampung, ikut kerja bakti, membuang sampah sembarangan di sungai).
16.
Keluarga
Bermasalah Sosial Psikologis
Keluarga yang hubungan antar anggota
keluarganya terutama hubungan antara suami isteri kurang serasi, sehingga tugas
dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar.
Indikator
:
a.
Suami
atau isteri sering tanpa saling memperhatikan atau anggota keluarga kurang
berkomunikasi.
b.
Suami
dan isteri sering saling bertengkar, hidup sendiri-sendiri walapun masih dalam
ikatan keluarga.
c.
Hubungan
dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar, tidak mau
bergaul/berkomunikasi.
d.
Kebutuhan
anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang terpenuhi.
17.
Komunitas
Adat Terpencil
Kelompok orang yang hidup dalam
kesatuan-kesatuan sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang
atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun
politik nasional. (SK Mensos No. 60/HUK/1998).
Kelompok orang/masyarakat yang hidup
dalam kesatuan-kesatuan kecil yang bersifat lokal dan terpencil dan masih
sangat terikat pada sumber
daya
alam dan habitatnya yang secara sosial budaya terasing dan terbelakang
dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga memerlukan
pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas.
Indikator :
a. Hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial yang
bersifat lokal dan terpencil.
1)
Berbentuk
komunitas kecil, tertutup dan homogen.
2)
Pranata
sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan.
3)
Pada
umumnya secara geografis terpencil dan relatif sulit dijangkau atau terisolasi.
b. Kehidupan dan penghidupannya masih sangat
sederhana
1)
Pada
umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistens (hanya untuk kepentingan sendiri) belum untuk
kepentingan pasar.
2)
Peralatan
dan teknologi sederhana, misalnya peralatan rumah tangga.
3)
Ketergantungan
pada lingkungan hidup dan sumberdaya alam setempat relatif tinggi.
4)
Terbatasnya
akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik.
5)
Secara
sosial budaya terasing dan atau terbelakang.
18. Korban Bencana Alam
Perorangan, keluarga atau kelompok
masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi
akibat terjadinya bencana alam atau musibah lainnya yang menyebabkan mereka
mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Termasuk dalam korban bencana adalah :
a.
Korban bencana gempa
bumi tektonik letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang
atau tsunami, angin kencang, kekeringan dan kebakaran hutan atau lahan.
b.
Korban kebakaran
pemukiman, kecelakaan kapal terbang, kereta api dan lain-lain, musibah industri (kecelakaan
kerja), kekacauan atau kerusuhan sosial dan kecelakaan perahu.
c.
Orang terlantar dalam
perjalanan seperti orang Indonesia yang terlantar di luar negeri, TKI yang
terlantar, pelintas batas, orang-orang Indonesia yang masuk negara lain tanpa
izin dan harus dipulangkan ke Indonesia.
d.
Korban wabah penyakit.
Indikator
:
a.
Kehilangan tempat
tinggal sehingga mereka ditampung sementara atau diasramakan di tempat
pengungsian atau menumpang dirumah keluarga/kerabat.
b.
Kehilangan sumber mata
pencaharian sehingga mengalami hambatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
hidupnya.
c.
Kehilangan kepala atau
anggota keluarga yang merupakan sumber pencari nafkah utama untuk anggota
keluarga lainnya.
d.
Kehilangan harta benda.
e.
Kondisi mental kurang
stabil, emosional atau stress.
19. Korban Bencana Sosial
atau Pengungsi
Perorangan, keluarga atau kelompok
masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi
akibat terjadinya bencana sosial atau kerusakan yang menyebabkan mereka
mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Indikator
:
a.
Korban
musibah, kekacauan atau kerusuhan sosial
b.
Korban wabah penyakit
20.
Pekerja
Migran Telantar
Seseorang
yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut
dan potensial mengalami permasalahan sosial.
Indikator :
Orang terlantar dalam perjalanan seperti
orang Indonesia yang terlantar di luar negri, TKI yang terlantar, pelintas
batas, orang-orang Indonesia yang masuk negara lain tanpa izin dan harus
dipulangkan ke Indonesia.
21. Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA)
ODHA adalah
seseorang yang dengan rekomendasi profesional/petugas laboratorium terbukti
tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS).
22. Keluarga Rentan
Keluarga Rentan adalah
keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan lima tahun usia pernikahan) yang
mengalami masalah sosial dan ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis
kemiskinan) sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Adalah
keluarga yang masih berkategori tidak bermasalah, namun jika tidak diberdayakan
melalui bimbingan sosial akan mengalami masalah tertentu. Keluarga rentan
tersebut berada pada batas marginal dan menjadi rentan terhadap masalah sosial
lainnya.
0 comments:
Posting Komentar