Pelindungan
dan kesejahteraan sosial diperlukan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Meskipun telah banyak dicatat beberapa keberhasilan, beberapa masalah masih
harus mendapat perhatian. Rendahnya kualitas
penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dan belum
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia khususnya bagi mereka yang memiliki
keterbatasan kemampuan untuk mengakses berbagai sumber pelayanan sosial dasar. Kerawanan
sosial ekonomi, ketunasosialan, keterlantaran, kecacatan, penyimpangan
perilaku, keterpencilan, eksploitasi, dan diskriminasi, serta kerentanan sosial
warga masyarakat yang berpotensi menjadi PMKS, juga merupakan masalah-masalah
yang masih harus diatasi. Selain itu, bencana alam dan sosial, merupakan
masalah yang kejadiannya sulit diperkirakan secara cepat dan tepat. Untuk
mengatasi berbagai permasalahan tersebut, langkah kebijakan yang telah
dilakukan selama ini terus dilanjutkan guna menjaga kesinambungan program dan
pelayanan bagi masyarakat, serta lebih meningkatkan pelindungan dan
kesejahteraan sosial. Pelaksanaan pembangunan
kesejahteraan sosial ke depan diperkuat dengan lebih mengedepankan peran aktif
masyarakat, diikuti dengan penggalian dan pengembangan nilai-nilai sosial
budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan gotong royong.
I. Permasalahan yang Dihadapi
Rendahnya Kualitas Penanganan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS). Berbagai permasalahan pembangunan
kesejahteraan sosial, yang bersifat konvensional, diperkirakan masih terus
dihadapi dalam kurun waktu lima tahun ke depan, yang ditandai dengan masih
rendahnya kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan kesejahteraan
sosial, dan belum serasinya kebijakan kesejahteraan sosial di tingkat nasional
dan daerah.
Belum terpenuhinya Kebutuhan
Dasar Manusia. Kebutuhan dasar manusia seperti
pangan, sandang, perumahan, dan interaksi sosial, khususnya bagi mereka yang memiliki
keterbatasan kemampuan untuk mengakses berbagai sumber pelayanan sosial dasar
belum terpenuhi. Di samping itu, juga terjadi kerawanan sosial ekonomi,
ketunasosialan, keterlantaran, kecacatan, penyimpangan perilaku, keterpencilan,
eksploitasi, diskriminasi, dan kerentanan sosial warga masyarakat.
Permasalahan sosial yang
sulit diperkirakan secara cepat dan tepat adalah bencana alam, seperti gempa
bumi, banjir, dan kekeringan, ataupun bencana sosial, seperti kerusuhan sosial.
Kejadian bencana umumnya sulit diprediksi waktu kejadian dan lokasinya.
Beragamnya kehidupan sosial budaya, etnik dan kepentingan sering memicu konflik
yang dapat mengancam integrasi. Bencana alam dan sosial tersebut sering
menimbulkan banyak korban yang menyebabkan terjadinya pengungsian di beberapa
wilayah.
Masih Kurangnya Jumlah Tenaga Lapangan. Jumlah
tenaga lapangan yang terdidik, terlatih, dan berkemampuan di bidang
kesejahteraan sosial, dan jaringan kerja antara tenaga kerja sosial masyarakat
masih lemah. Permasalahan tersebut, antara lain, disebabkan
oleh masih lemahnya koordinasi kerja antarinstansi di tingkat nasional dan
daerah, dan belum tertatanya sistem dan standar pelayanan minimal bidang
kesejahteraan sosial. Terbatasnya jangkauan dan kemampuan pelaku pembangunan kesejahteraan
sosial dari unsur masyarakat sebagai sumber dan potensi kesejahteraan sosial.
Sarana
dan Prasarana
bagi Penyelenggaraan Kegiatan Pelayanan, Rehabilitasi, dan Reintegrasi masih
jauh dari memadai. Hal itu, antara lain, ditandai dengan masih terbatasnya jumlah
SDM di bidang kesejahteraan sosial yang profesional. Selain itu, belum adanya
indikator kesejahteraan sosial yang mapan dan beragamnya kriteria PMKS juga
menghambat pelaksanaan program kesejahteraan sosial, terutama dalam penentuan
sasaran.
II. Langkah-Langkah Kebijakan
dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Di dalam pengembangan sistem
pelindungan sosial, langkah kebijakan yang dilakukan, antara lain (1)
menyerasikan dan menyusun peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
berkaitan dengan sistem pelindungan sosial; (2) mengembangkan kebijakan dan
strategi pelayanan pelindungan sosial, termasuk sistem pendanaan; (3)
menyempurnakan kebijakan yang berkaitan dengan pelindungan sosial bagi penduduk
miskin dan rentan; dan (4) mengembangkan model kelembagaan bentuk-bentuk
kearifan lokal pelindungan sosial.
Hasil-hasil
yang telah dicapai dalam pelaksanaan pelindungan sosial, antara lain, adalah
terselenggaranya bantuan kesejahteraan sosial permanen di 30 provinsi, yang
dilaksanakan oleh sebanyak 229 organisasi sosial (Orsos)/LSM/yayasan/
lembaga-lembaga sosial yang melibatkan 2.640 orang.
Untuk melaksanakan pelayanan dan
rehabilitasi kesejahteraan sosial, antara lain dilakukan dengan (1) menyusun
kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PMKS; (2) meningkatkan
kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi
PMKS; (3) meningkatkan pembinaan, pelayanan dan pelindungan sosial dan hukum
bagi anak terlantar, lanjut usia, penyandang cacat, dan tuna sosial; (4)
menyelenggarakan pelatihan keterampilan dan praktik belajar kerja bagi PMKS;
(5) meningkatkan pelayanan psikososial dan pembangunan pusat pelayanan krisis (trauma center) bagi PMKS, termasuk
korban bencana alam dan sosial; dan (6) melaksanakan komunikasi, informasi, dan
edukasi mengenai anti-eksploitasi, kekerasan, perdagangan perempuan dan anak,
reintegrasi eks-PMKS, dan pencegahan HIV/AIDS, serta penyalahgunaan Napza.
Sampai saat ini, hasil-hasil yang
telah dicapai dalam penanganan kecacatan, keterlantaran, dan ketunasosialan
yang ditangani selama sepuluh bulan terakhir ini, dilakukan, baik melalui panti
maupun luar panti, yaitu (1) pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada 38.841
orang penyandang cacat, 5.900 anak cacat, 5.630 orang tunasosial yang terdiri
dari pengemis, gelandangan, wanita tunasusila, dan 4.990 orang korban
penyalahgunaan Napza; (2) pembinaan kepada 70.774 anak terlantar, 55.930 anak
jalanan, dan 11.175 anak nakal; (3) pembinaan kepada 16.590 orang lanjut usia
terlantar; (4) pelaksanaan program kompensasi pengurangan subsidi BBM bidang
kesejahteraan sosial untuk panti pemerintah dan masyarakat di tiga puluh
provinsi dengan target 149.022 orang dan 885 usaha ekonomis produktif (UEP);
(5) pelaksanaan kegiatan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Sosial
pada tiga Balai Besar Rehabilitasi dan tiga puluh Panti Sosial.
Dalam rangka pemberdayaan
kelompok fakir miskin, KAT dan PMKS yang lain, dilakukan dengan (1)
meningkatkan pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, komunitas adat
terpencil dan PMKS lain, melalui peningkatan usaha ekonomi produktif (UEP) dan
usaha kesejahteraan sosial (UKS) serta kelompok usaha bersama (KUBE); (2) meningkatkan kerja sama kemitraan pengusaha
dengan KUBE dan LKM; (3) mengembangkan Geographic
Information System (GIS) bagi pemetaan dan pemberdayaan KAT dan PMKS; dan
(4) meningkatkan kemampuan bagi petugas dan pendamping pemberdayaan sosial
keluarga, fakir miskin, KAT, dan PMKS yang lain.
Hasil-hasil yang telah dicapai
adalah (1) pemberian bantuan mesin jahit dan peralatan packing/sablon
kepada 8.300 KK di sepuluh provinsi yang merupakan program kemitraan usaha
antara kelompok usaha bersama fakir miskin (KUBE FM) dan swasta; (2) penyerahan
bantuan sarana bakulan, berupa gerobak bakulan (bakso) kepada KUBE keluarga
fakir miskin di lima provinsi sebanyak 1.000 KK; (3) pemberian modal usaha
ekonomi produktif (UEP) dan modal usaha bergulir untuk KUBE fakir miskin yang
diberikan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan pendekatan bagi hasil
(syari’ah) kepada 5.500 KK di sepuluh provinsi, dan dalam melaksanakan
bimbingan teknis dilakukan bekerja sama dengan pusat inkubasi bisnis usaha
kecil (PINBUK); (4) pemberian bantuan UEP melalui Surat Kuasa Uang (SKU) telah
diberikan kepada 9.500 KK ekskorban kerusuhan di delapan provinsi dalam bentuk
peralatan produksi, pemberian bahan usaha dan sarana prasarana; (5) penyerahan
bantuan modal bagi KUBE di desa pesisir pantai, berupa bantuan usaha UEP untuk
8.450 KK masyarakat miskin di desa pesisir pantai di tujuh belas provinsi (dua
puluh kabupaten/kota) diberikan dalam bentuk peralatan produksi, pemberian
bahan usaha dan sarana prasarana ekonomi bidang pertanian, peternakan,
perikanan, jasa perdagangan dan industri kecil dikelola melalui pola KUBE; (6)
pemberian bantuan fakir miskin untuk penggemukan sapi kepada 2.700 KK fakir
miskin di tujuh provinsi (sembilan kabupaten/kota) dengan fasilitas pemasaran
dan bimbingan teknis oleh pihak swasta; (7) pemberdayaan fakir miskin di desa
miskin dan sub-urban di sembilan provinsi sebanyak 5.500 KK; (8) pemberdayaan
fakir miskin di daerah pesisir pantai di sepuluh provinsi sebanyak 5.450 KK;
dan (9) penyusunan rencana pengembangan Sistem Informasi Geografi (Geographic
Information System/GIS) bagi pemetaan dan pemberdayaan KAT.
Pelaksanaan bantuan sosial, akan
dilakukan dengan (1) menyusun berbagai peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial; (2) menyediakan
bantuan dasar pangan, sandang, papan dan fasilitas bantuan tanggap darurat dan
bantuan pemulangan/terminasi, serta stimulan bahan bangunan rumah bagi korban
bencana alam, bencana sosial dan PMKS yang lain; (3) memberikan bantuan bagi
daerah penerima ekskorban kerusuhan dan pekerja migran bermasalah; (4)
memberikan bantuan bagi korban tindak kekerasan melalui pelindungan dan
advokasi sosial; dan (5) menyelenggarakan bantuan dan jaminan sosial bagi fakir
miskin, penduduk daerah kumuh, dan PMKS yang lain.
Hasil-hasil yang telah dicapai
dalam pelaksanaan bantuan sosial selama sepuluh bulan terakhir adalah (1) pemberian
bantuan bagi korban bencana alam, yaitu bantuan tanggap darurat bagi 404.704 KK/2.023.571
jiwa korban bencana alam; (2) pemberian bantuan perangkat evakuasi (evacuation
kit) berupa tenda peleton,
tenda regu, perahu karet bermesin, genset, alat dapur umum lapangan (dumlap),
velbed, rompi pelampung, alat komunikasi dan mobil dapur umum lapangan bagi
daerah rawan bencana alam; (3) pemberian bantuan mobil dumlap sebanyak 13 unit
yang berfungsi sebagai sarana dapur umum untuk menyiapkan masakan siap saji;
(4) pemberian bantuan bahan bangunan rumah bagi korban bencana alam sebanyak
31.928 KK di tiga puluh provinsi; (5) pelaksanaan Hari Kesetiakawanan Sosial
Nasional dalam bentuk temu Satgasos PB tingkat nasional (Jambore) di Cibubur,
yang diikuti 310 peserta dari tiga puluh satu provinsi; (6) pembuatan gudang
penanggulangan bencana di tiga puluh provinsi; (7) pemberian bantuan bahan
bangunan rumah (BBR) bagi korban yang mengalami kerusakan rumah penduduk
sebanyak 14.364 KK yang tersebar di tiga puluh provinsi; dan (8) pemberian
bantuan lauk-pauk dan pemberdayaan korban bencana alam di tiga puluh provinsi,
pemantapan instruktur, Satgasos PB, tim reaksi cepat dan penyelenggaraan dumlap
di tiga puluh provinsi.
Bagi korban yang terjadi akibat
konflik sosial di Ambon, Aceh, Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan wilayah lain, antara lain adalah (1)
pemberian bantuan pemulangan pengungsi ke daerah asal sebanyak 26.791 KK; (2)
pemberian bantuan jaminan hidup bagi pengungsi Kalimantan Tengah etnik Madura
yang berada di Madura Jawa Timur sebanyak 26.326 KK; (3) pemberian bantuan
bahan bangunan rumah bagi pengungsi Timor Timur di Nusa Tenggara Timur sebanyak
1.179 KK; (4) pemberian bantuan operasional kemanusiaan di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam terkait dengan Operasi Militer; dan (5) pemberdayaan kearifan
lokal pada daerah rawan konflik guna menyelesaikan konflik sosial di delapan
provinsi seperti DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
Pemberdayaan
kelembagaan kesejahteraan sosial, dilakukan dengan (1) meningkatkan kualitas SDM
kesejahteraan sosial dan masyarakat (TKSM/relawan sosial, Karang Taruna,
organisasi sosial, termasuk kelembagaan sosial di tingkat lokal); (2)
meningkatkan peran aktif masyarakat dan dunia usaha dalam mendukung upaya-upaya
penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS; (3) membentuk
jejaring kerja sama pelaku-pelaku Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS), masyarakat
dan dunia usaha, termasuk organisasi sosial tingkat lokal; dan (4) meningkatkan
pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan.
Hasil-hasil yang dicapai,
antara lain, adalah (1) pembentukan kelompok wahana kesejahteraan sosial
berbasis masyarakat melalui pertemuan-pertemuan lembaga sosial komunitas lokal
di tiga ratus desa yang tersebar di tiga puluh provinsi; (2) pelaksanaan uji coba model pemberdayaan di tiga puluh provinsi; (3) pelatihan
petugas/fasilitator dan pendamping masyarakat sebanyak sembilan ratus orang
(masing-masing tiga orang di setiap desa); (4) pemberdayaan 7.164 organisasi
sosial masyarakat di seluruh Indonesia, 9.037 karang taruna, dan 26.364 pekerja
sosial masyarakat; (5) pengadaan kerja sama kemitraan dengan dunia usaha di
beberapa lokasi industri, termasuk pengembangan usahanya; dan (6) pelestarian nilai-nilai
kepahlawanan, keperintisan, dan kejuangan, serta terpugarnya 58 taman makam
pahlawan (TMP), 11 makam pahlawan nasional (MPN), dan 9 rumah perintis
kemerdekaan.
Peningkatan penyuluhan
kesejahteraan sosial, dilakukan dengan (1) meningkatkan penyuluhan
kesejahteraan sosial, khususnya di daerah kumuh, perbatasan, terpencil, rawan
konflik, rawan bencana, dan gugus pulau; (2) peningkatan kualitas dan kuantitas
penyuluhan sosial melalui media massa cetak dan elektronik; dan (3) peningkatan
kualitas penyuluhan kesejahteraan sosial melalui pelatihan teknik komunikasi.
Sampai saat ini, dalam
peningkatan penyuluhan kesejahteraan sosial telah dicapai hasil, antara lain
(1) sosialisasi pedoman penyuluhan sosial di tiga puluh provinsi; (2) pemantapan tim jembatan
persahabatan bagi seratus orang; (3) penyuluhan sosial di daerah terpencil,
rawan/pascakonflik rawan bencana dan gugus pulau kepada dua ratus orang; (4)
penyuluhan sosial di daerah lintas batas negara di dua provinsi; dan (5)
penyuluhan sosial melalui film, media masa cetak (majalah, koran, pamflet), dan
melalui media elektronik (televisi dan radio).
Pengembangan dan
keserasian kebijakan kesejahteraan rakyat, dilakukan dengan (1) melakukan
sinkronisasi kebijakan dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan; (2)
menyerasikan penanganan masalah-masalah strategis yang menyangkut kesejahteraan
rakyat, antara lain pengungsi dan korban bencana alam dan konflik sosial; dan
(3) menyelaraskan kebijakan bidang kesehatan, termasuk penanggulangan HIV/AIDS,
bidang lingkungan hidup, pemberdayaan perempuan, pendidikan, budaya, pemuda,
olah raga, aparatur negara, pariwisata, dan agama.
Hasil-hasil yang telah dicapai,
antara lain, adalah (1) koordinasi penyusunan dan sinkronisasi kebijakan serta
upaya-upaya penanggulangan kemiskinan; (2) koordinasi pemberian bantuan bencana
yang selama ini terjadi di berbagai wilayah; dan (3) penyerasian penanganan
masalah-masalah yang menyangkut kesejahteraan rakyat, antara lain pengungsi dan
korban bencana alam dan konflik sosial.
0 comments:
Posting Komentar