A
Latar Belakang
Selama ini Indonesia memiliki banyak sekali
program penanganan kemiskinan yang tersebar di berbagai Kementerian dan
Lembaga, namun penanganan masalah kemiskinan dimaksud selama ini cenderung
parsial dan tidak berkelanjutan. Karena itu diperlukan perubahan yang bersifat
sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pemerintah
meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun
2007 untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Dengan adanya PNPM Mandiri,
diharapkan program-program yang berjalan di masing-masing Kementerian/Lembaga
yang selama ini berjalan sendiri-sendiri dengan standar operasional yang
berbeda diharapkan dapat disatukan dan terintegrasi. Melalui PNPM Mandiri
dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan
unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan
dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan
kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan
sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan
kemiskinan.
Pelaksanaan
PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai
dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program
pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di
perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik.
Mulai
tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan
Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan
berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai
departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 juga
akan diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.
Para Menteri sepakat untuk
mengkonsolidasikan program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis
pemberdayaan masyarakat ke dalam PNPM Mandiri dan sekitar 53 program di 22
kementerian/lembaga akan dikonsolidasikan ke dalam Kerangka PNPM Mandiri (17
program berbasis pemberdayaan masyarakat). Pelaksanaan Konsolidasi PNPM Mandiri
akan efektif mulai pada Tahun 2009. Tahun 2008 adalah sebagai “masa transisi”
untuk menyiapkan Konsolidasi program ke dalam PNPM Mandiri.
Pada Tahun 2008, Program yang
belum dikonsolidasikan ke dalam PNPM Mandiri menggunakan lokasi yang telah
ditetapkan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri setiap tahun. Seluruh pengelola
program dalam PNPM Mandiri termasuk dalam Tim Pengendali PNPM Mandiri ( Tim Pelaksana,
Tim Teknis, Tim Sosialisasi, Tim Monitoring dan Evaluasi, dsb) Tim Pengendali
PNPM Mandiri Menindak lanjuti Konsolidasi Program ke dalam Wadah PNPM Mandiri
Efektivitas
dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyek
dan program diharapkan juga dapat diwujudkan dengan diintegrasikan ke dalam
PNPM Mandiri. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6
tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun
2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan pembangunan
milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri
yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu
Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut.
B
Permasalahan
Seperti apa dan bagaimanakah PNPM Mandiri tersebut
serta program-program apa yang termasuk kedalamnya?
C
Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri
1
Dasar Hukum
Pada
12 September 2006, Tim Koordinasi Pengendali Kemiskinan (TKPK) menyatakan
sepakat mengenai “Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)” sebagai instrumen
dalam percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Presiden
RI kemudian menyempurnakan nama PNPM menjadi PNPM-Mandiri. Menkokesra
menerbitkan SK Menkokesra No. 28/KEP/Menko/Kesra/XI/2006 yang diperbaharui
dengan Kepmenkokesra No. 23/KEP/Menko/Kesra/VII/2007 tentang Tim Pengendali
PNPM Mandiri. Pada tanggal 30 April 2007 PNPM-Mandiri diluncurkan Presiden di
Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.[1]
Dengan
terbitnya SK Menkokesra No 23 Tahun 2007 tersebut, maka bergantilah nama PNPM
menjadi PNPM Mandiri. SK Menkokesra dimaksud juga membentuk Tim Pengendali PNPM
Mandiri yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Tugas tim pelaksana ini
salah satunya adalah merumuskan
konsep kebijakan operasional, koordinasi, perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian PNPM Mandiri[2]
dengan tim pengarah selaku pihak yang memberikan pengarahan kepada Tim
Pelaksana baik materi yang bersifat substantif maupun teknis guna keberhasilan pengendalian
PNPM Mandiri.
Susunan Tim Pengendali Teknis PNPM Mandiri berdasarkan SK Menkokesra
23/2007 adalah :
A. PENGARAH
Ketua
: Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan;
Wakil
Ketua : Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Selaku Wakil Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan;
Anggota :
1.
Menteri Dalam Negeri
2.
Menteri Keuangan
3.
Menteri Perindustrian
4.
Menteri Perdagangan
5.
Menteri Pertanian
6.
Menteri Kehutanan
7.
Menteri Kelautan dan Perikanan
8.
Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi
9.
Menteri Pekerjaan Umum
10.
Menteri Kesehatan
11.
Menteri Pendidikan Nasional
12.
Menteri Sosial
13.
Menteri Agama
14.
Menteri Komunikasi dan Informatika
15.
Menteri Perumahan Rakyat
16.
Menteri Negara Koperasi dan UKM
17.
Menteri Negara Lingkungan Hidup
18.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
19.
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
20.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas
21.
Kepala Badan Pusat statistik
22.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional
23.
Kepala Badan Pertanahan Nasional
B. PELAKSANA
Ketua : Deputi Bidang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Wakil
Ketua : Deputi Bidang
Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM, Kementerian Negara PPN/Bappenas
Sekretaris
I : Asdep Urusan
Pengarusutamaan Kebijakan dan Anggaran, Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat
Sekretaris II : Direktur Penanggulangan Kemiskinan,
Kementerian Negara PPN/ Bappenas
Anggota :
1.
Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa, Departemen Dalam Negeri
2.
Dirjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan
Umum
3.
Dirjen Pemberdayaan Sosial, Departemen
Sosial
4.
Deputi Pengembangan Regional dan
Otonomi Daerah, Kementerian Negara PPN/Bappenas
5.
Dirjen
Perbendaharaan, Departemen Keuangan
6.
Dirjen
Anggaran, Departemen Keuangan
7.
Sekretaris
Jenderal Departemen Pertanian
8.
Sekretaris Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan.
9.
Sekretaris
Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
10.
Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi,
Departemen Komunikasi dan Informatika
11.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri,
Departemen Perdagangan
12.
Dirjen Manajemen Dikdasmen, Departemen
Pendidikan Nasional
13.
Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil, Departemen Perikanan dan Kelautan
14.
Dirjen Industri Kecil dan Menengah, Departemen
Perindustrian
15.
Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular, Departemen Kesehatan
16.
Dirjen
Pendidikan Islam, Departemen Agama
17.
Dirjen
Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi, Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
18.
Deputi Bidang Perumahan Swadaya,
Kementerian Negara Perumahan Rakyat
19.
Deputi
Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Pertanahan Nasional
20.
Staf Ahli Bidang SDM dan Kemiskinan,
Kementerian Negara PPN/Bappenas
21.
Staf
Ahli Bidang Ekonomi dan Kemitraan, Departemen Komunikasi dan Informatika
22.
Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang
Kelembagaan, Departemen Kehutanan
23.
Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pengentasan
Kemiskinan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup
24.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang
Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat, Departemen Kesehatan
25.
Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum
dan HAM, Departemen Agama
26.
Staf Ahli Bidang Pemanfaatan Teknologi,
Kementerian Negara Koperasi dan UKM
27.
Seluruh Deputi di Lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
28.
Deputi Statistik Sosial, BPS
29.
Deputi Keluarga Sejahera, BKKBN
30.
Sdr. Muhammad Ikhsan, Staf Khusus Menko
Perekonomian
2
Program Pengembangan Masyarakat
Mandiri[3]
Setelah terbentuknya tim pengendali PNPM Mandiri berdasarkan
SK MEnkokesra No 23/2007 tentang Tim Pengendali PNPM Mandiri, tim dimaksud
merumuskan Pedoman Umum bagi pelaksanaan program-pogram yang tergabung di dalam
PNPM Mandiri sehingga program-program penanggulangan kemiskinan tersebut yang
berbasis pemberdayaan masyarakat dapat berkelanjutan dan dilaksanakan secara
harmonis antara satu dan yang lainnya. Pedoman dimaksud diterbitkan dalam
bentuk Keputusan Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan No: 25/kep/menko/kesra/vii/2007 Tentang Pedoman Umum
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri.
a
Pengertian
PNPM Mandiri adalah program nasional dalam
wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri
dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan
prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk
mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan
yang berkelanjutan.
b
Pendekatan
Pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam
mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan
program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan:
1.
Menggunakan kecamatan
sebagai lokus program untuk mengharmonisasikan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian program.
2.
Memposisikan masyarakat
sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama pembangunan pada tingkat
lokal.
3.
Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses
pembangunan partisipatif.
4.
Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai
dengan karakteristik sosial, budaya dan geografis.
5.
Melalui proses pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran,
kemandirian, dan keberlanjutan.
c
Kategori Program
Program
penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1.
PNPM-Inti : terdiri dari
program/kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis kewilayahan, yang mencakup PPK, P2KP, PISEW, dan P2DTK.
2.
PNPM-Penguatan : terdiri dari program-program
pemberdayaan masyarakat berbasis sektoral, kewilayahan, serta khusus untuk
mendukung penanggulangan kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian
target tertentu. Pelaksanaan program-program ini di tingkat komunitas mengacu
pada kerangka kebijakan PNPM Mandiri.
d
Komponen Program
Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat
dilakukan melalui komponen program sebagai berikut:
1. Pengembangan Masyarakat
Komponen pengembangan masyarakat mencakup
serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian
masyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan
masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya,
pemantauan, dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai. Untuk mendukung
rangkaian kegiatan tersebut, disediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran
masyarakat, pengembangan relawan, dan operasional pendampingan masyarakat; dan
fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator
terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama
sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya.
2. Bantuan Langsung Masyarakat
Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah
dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk
membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan, terutama masyarakat miskin.
3.
Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal
Komponen
peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal adalah serangkaian kegiatan
untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok peduli
lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi
masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara layak.
Kegiatan
terkait dalam komponen ini antara lain seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan
lapangan yang dilakukan secara selektif, dan sebagainya.
4. Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program
Komponen bantuan pengelolaan dan pengembangan
program meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai
kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan
manajemen, pengendalian mutu, evaluasi, dan pengembangan program.
e
Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan PNPM-Mandiri pada
dasarnya terbuka bagi semua kegiatan penanggulangan kemiskinan yang diusulkan
dan disepakati masyarakat meliputi:
a.
Penyediaan dan perbaikan prasarana/sarana lingkungan permukiman,
sosial, dan ekonomi secara padat karya;
b.
Penyediaan sumber daya keuangan melalui
dana bergulir dan kredit mikro untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat
miskin. Perhatian
yang lebih besar perlu diberikan bagi kaum perempuan dalam memanfaatkan dana
bergulir ini;
c.
Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia,
terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs;
d.
Peningkatan kapasitas
masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan
ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata
kepemerintahan yang baik.
e.
Sumber Dana
Sumber
dana pelaksanaan PNPM Mandiri berasal dari:
1. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik yang bersumber dari Rupiah Murni
maupun dari pinjaman/hibah;
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Provinsi, terutama untuk mendukung penyediaan dana pendamping bagi
kabupaten dengan kapasitas fiskal rendah;
3. APBD Kabupaten/Kota sebagai dana
pendamping, dengan ketentuan minimal 20 (dua puluh) persen bagi
kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal rendah dan minimal 50 (lima puluh)
persen bagi kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal menengah ke atas dari total
BLM di kabupaten/kota;
4. Kontribusi
swasta sebagai perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility);
5. Swadaya
masyarakat (asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, dan individu/kelompok peduli lainnya).
Dana
yang bersumber dari APBD, kontribusi swasta, dan swadaya masyarakat tersebut
merupakan kontribusi yang harus bersinergi dengan dana dari APBN, dengan
mengikuti ketentuan pengelolaan keuangan negara dan mekanisme program. Dana
yang berasal dari pendanaan luar negeri, baik hibah maupun pinjaman, selain
mengikuti ketentuan yang berlaku juga bersifat co-financing, sehingga
memungkinkan pemanfaatan berbagai sumber pendanaan secara optimal. Pemanfaatan
dana tersebut dikoordinasikan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri. Sumber-sumber
dana bagi pelaksanaan PNPM Mandiri tersebut di atas digunakan untuk keperluan
komponen-komponen program yaitu:
a) Pengembangan
Masyarakat;
b) Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM);
c) Peningkatan
Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal;
d) Bantuan
Pengelolaan dan Pengembangan Program.
Dalam
pelaksanaan komponen-komponen program tersebut di atas, khususnya komponen BLM,
harus memperhatikan aspek peruntukan dana dan daftar larangan (negative list)
yang telah ditetapkan oleh masing-masing program. Pengaturan penganggaran dan
penyaluran dana BLM menggunakan mekanisme yang mendukung pembangunan
partisipatif, antara lain melalui:
a) BLM yang
berasal dari APBN dan APBD menggunakan rekening bagian anggaran non sektor.
b) Penyaluran
dana BLM ini langsung ke rekening masyarakat sesuai dengan usulan yang
diajukan.
c) Satuan
Kerja bertanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem administrasi dan realisasi
pencairan DIPA yang dikelolanya.
d) Dana BLM
dikelola secara mandiri oleh masyarakat.
e) Penganggaran
untuk kegiatan-kegiatan atau program-program pemberdayaan, khususnya komponen
dana BLM dapat diperlakukan sebagai kegiatan dan anggaran yang bersifat lebih
dari satu tahun.
Pengaturan
penganggaran dan penyaluran dana untuk komponen pengembangan masyarakat,
peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal, bantuan pengelolaan dan
pengembangan program mengikuti ketentuan dan mekanisme pengelolaan program.
Pemanfaatan anggaran sektoral dan daerah untuk program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat menggunakan aturan berbasis kinerja dengan
tetap mengedepankan sinkronisasi anggaran antar sektor dan masyarakat melalui
proses perencanaan partisipatif.
Untuk
menjamin keterpaduan dan sinkronikasi semua kegiatan penanggulangan kemiskinan
berbasis masyarakat beserta anggarannya harus dikoordinasikan dan mendapat
persetujuan dari Tim Koordinasi Nasional atau Provinsi atau Kabupaten/Kota,
sesuai jenjang pemerintahan, sebelum pengesahan DPRD/DPR.
f.
Pengendalian
1. Pemantauan dan pemeriksaan partisipatif oleh
masyarakat
Keterlibatan masyarakat
dalam pemantauan dan pemeriksaan dari mulai perencanaan partisipatif tingkat
desa hingga kabupaten/kota dan pelaksanaan PNPM Mandiri.
2. Pemantauan dan pemeriksaan oleh Pemerintah
Kegiatan ini
dilakukan secara berjenjang dan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan PNPM
Mandiri dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku dan dana dimanfaatkan
sesuai dengan tujuan program.
3. Pemantauan dan pengawasan oleh Konsultan dan
Fasilitator
Pemantauan dan
pengawasan oleh konsultan akan dilakukan secara berjenjang dari tingkat
nasional, regional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.
Kegiatan ini dilakukan secara rutin dengan memanfaatkan sistem informasi
pengelolaan program dan kunjungan rutin ke lokasi program. Pengawasan melekat
juga dilakukan oleh fasilitator dalam setiap tahapan pengelolaan program dengan
maksud agar perbaikan dan penyesuaian pelaksanaan program dapat dilakukan dengan
segera.
4. Pemantauan independen oleh berbagai pihak lainnya
PNPM Mandiri
membuka kesempatan bagi berbagai pihak, antara lain, LSM, universitas, wartawan
yang ingin melakukan pemantauan secara independen terhadap PNPM Mandiri dan melaporkan
temuannya kepada proyek atau instansi terkait yang berwenang.
5. Kajian Keuangan dan Audit
Untuk
mengantisipasi dan memastikan ada atau tidaknya penyimpangan penggunaan dana,
maka Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pengawas Daerah
(Bawasda) sebagai lembaga audit milik pemerintah akan melakukan pemeriksaan
secara rutin di beberapa lokasi yang dipilih secara acak.
D
Program-Program
Yang Tercakup Dalam PNPM Mandiri
PNPM
Mandiri adalah sebuah kerangka atau wadah yang memberikan pedoman dan mengatur
agar program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat dapat berjalan secara harmonis dan berkelanjutan. Karena PNPM
Mandiri hanyalah kerangka dan wadah bagi program penanggulangan kemiskinan yang
berbasis pemberdayaan masyarakat, tim pengendali menginginkan agar tidak hanya
program pemerintah saja yang dapat tergabung dalam PNPM Mandiri, namun seluruh
program-program sejenis baik dari swasta, LSM baik lokal maupun internasional
dapat tergabung. Program-program yang
saat ini tergabung dalam kerangka PNPM Mandiri adalah :
D.1
Program
Pengembangan Kecamatan
PPK
dimulai pertama kali ketika Indonesia mengalami krisis multidimensi dan
perubahan politik pada 1998. Program pemberdayaan masyarakat terbesar di
Indonesia dari segi serapan dana, cakupan wilayah, kegiatan yang dihasilkan dan
jumlah pemanfaatnya ini berada dibawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD), Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Pembiayaan program berasal dari alokasi APBN, APBD, dana hibah lembaga/
negara pemberi bantuan, serta pinjaman dari Bank Dunia.
PPK menyediakan dana bantuan
secara langsung bagi masyarakat secara hibah/Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
sekitar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar per kecamatan. Jumlah pemberian tersebut
bergantung pada jumlah penduduk. PPK memusatkan kegiatannya pada masyarakat
perdesaan Indonesia
yang paling miskin. Untuk wilayah paska-bencana seperti Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD); Kepulauan Nias, Sumatera Utara;
DIY dan
Klaten, Jawa
Tengah; PPK melaksanakan program khusus rehabilitasi dengan alokasi dana
yang lebih tinggi.
Fase pertama PPK (PPK I) dimulai pada
1998/1999 sampai 2002, fase kedua (PPK II) dimulai pada 2003 dan berlangsung
hingga 2006, sedang fase ketiga (PPK III) telah
dimulai pada awal 2006. Pemerintah Pusat menilai bahwa pelaksanaan program yang
mengusung sistem pembangunan bottom up
planning ini sebagai program yang berhasil, maka Pemerintah berkeinginan
untuk melanjutkan upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dalam skala yang
lebih luas, salah satunya dengan menggunakan skema PPK.
Pemerintah meluncurkan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), per 1 September 2006. Program tersebut kemudian
berubah menjaid Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri)
dan diluncurkan Presiden di Kota Palu, 30 April 2007.
Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan) merupakan salah satu
mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam
upaya mempercepat upaya mengentaskan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja
di perdesaan. Program ini dilakukan untuk lebih mendorong upaya peningkatan
kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di perdesaan. PNPM
Mandiri Perdesaan sendiri merupakan penyelarasan nama dari mekanisme dan
prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak
1998.
Program pemberdayaan masyarakat ini
memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di perdesaan dengan
menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/ kelembagaan lokal,
pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM)
kepada masyarakat, sebesar Rp1 miliar sampai Rp3 miliar per kecamatan. Serupa
dengan PPK, dalam PNPM Mandiri Perdesaan seluruh anggota masyarakat diajak
terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses
perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai
kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan
pelestariannya.
Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan
tetap berada di bawah binaan Direktorat
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen Dalam Negeri, dengan
pembiayaan yang berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana hibah dari
sejumlah lembaga pemberi bantuan, dan pinjaman dari Bank Dunia.
D.2 Program Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan (P2KP)
Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dimulai pada tahun 1999 sebagai
upaya pemerintah dalam membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam
menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini dilaksanakan dengan menyiapkan
landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif,
mengakar dan kondusif bagi perkembangan masyarakat di masa mendatang serta
menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan.
Sejak
pelaksanaan P2KP-1 hingga pelaksanaan P2KP-3 saat ini telah terbentuk sekitar
6.405 BKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kota/kabupaten, telah memunculkan
lebih dari 291.000 relawan-relawan dari masyarakat setempat, serta telah
mencakup 18,9 Juta orang pemanfaat (penduduk miskin), melalui 243.838 KSM.
Berdasarkan
hal tersebut, pada tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi
bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, oleh sebab
itu mulai tahun tersebut PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pencapaian sasaran Millennium
Development Goals (MDGs)1 sehingga tercapai pengurangan penduduk
miskin sebesar 50% di tahun 2015.
Tahun
2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Sebagai bagian dari PNPM Mandiri maka
tujuan, prinsip dan pendekatan yang ditetapkan dalam PNPM Mandiri juga menjadi
tujuan, prinsip dan pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan2. P2KP ini dalam
pelaksanaannya berada dibawah tanggung jawab Departemen Perkerjaan Umum cq Ditjen Cipta
Karya.
D.3 Program Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Khusus (P2DTK)
Program
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) adalah program Pemerintah
Pusat yang bertujuan untuk memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam melakukan
pembangunan daerah tertinggal dan khusus untuk meningkatkan kapasitas sosial
ekonomi daerah dengan mengembangkan kapasitas pemerintah kabupaten dalam
memperkuat perencanaan partisipatif sebagai jalan menuju proses pembangunan
yang normal dan secara operasional dapat mendorong terjadinya pendekatan yang
efektif secara multi sektor. Instansi
yang berposisi sebagai PMU unrtuk P2DTK adalah Bappenas dan yang berperan
sebagai Project Implementing Unit (PIU) adalah Kementerian Negara Pembangunan
Daerah Tertinggal. Dengan demikian diharapkan Pemerintah Daerah akan lebih
mampu mengatasi permasalahan dan tantangan dalam rangka mencapai agenda
tersebut di atas.
Lokasi
yang menjadi sasaran untuk penerapan P2DTK adalah kabupaten-kabupaten yang
telah ditetapkan dalam Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal sesuai
dengan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor :
001/Kep/M-PDT/02/2005 yang meliputi:
a.
Daerah
Tertinggal:
Kabupaten yang masyarakat serta
wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala
nasional. Secara terperinci daerah kabupaten tersebut memiliki ciri: tertinggal
secara ekonomi, sumber daya manusia, prasarana/ infrastruktur, kemampuan
keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah yang
kurang mendukung.
b.
Daerah
Khusus dan Perbatasan:
Adalah kabupaten yang mengalami
bencana alam, bencana sosial serta daerah yang ada di perbatasan dengan Negara
lain.
D.4 Pengembangan Infrastruktur Sosial dan
Wilayah (PISEW)
Pada
tahun 1994, pemerintah mengeluarkan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang
kemudian menjadi pelopor dari lahirnya program-program lain, seperti Program
Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan
Kecamatan (PPK), Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), dan Proyek
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD).
Pengembangan
Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah/Regional Infrastructure for Social and
Economic Development (RISE) yang kemudian disebut dengan PISEW adalah sebuah
program yang merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari P2D dan pilot project
PKP2D dan penyesuaian terhadap berbagai isu dan aktual yang berkembang saat
ini, termasuk di dalamnya menjawab berbagai persoalan yang dihadapi oleh daerah
dalam menyelenggaraan otonomi daerah. PISEW merupakan salah satu upaya
pemerintah dalam kerangka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
(PNPM Mandiri) untuk mengatasi kesenjangan antar-wilayah, kemiskinan dan
pengangguran melalui Pengembangan Sosial Ekonomi Masyarakat. Selain itu, dalam
PISEW juga dilakukan penguatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam
keseluruhan proses pembangunan.
Project
Implementing Unit dalam pelaksanaan PISEW adalah Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU, Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri, dan Direktorat
Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri.
Pusat
Dalam rangka pengendalian dan koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri, dibentuk
Tim Pengendali PNPM Mandiri. Tim Pengendali berikut keanggotaannya ditetapkan
oleh dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Tim
Pengendali PNPM Mandiri terdiri atas Tim Pengarah dan Tim Pelaksana, dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. Tim Pengarah
Tim Pengarah
terdiri atas Menteri-Menteri dan Kepala Lembaga terkait pelaksanaan PNPM
Mandiri. Tugas dan tanggung jawab Tim Pengarah adalah memberikan pengarahan
kepada Tim Pelaksana baik materi yang bersifat substantif maupun teknis guna
keberhasilan pengendalian PNPM Mandiri.
b. Tim Pelaksana
Tim Pelaksana
terdiri atas pejabat eselon I ke bawah dari berbagai kementerian/ lembaga
terkait pelaksanaan PNPM Mandiri . Tugas dan tanggung jawab Tim Pelaksana
meliputi:
1. Merumuskan konsep kebijakan operasional,
koordinasi, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian PNPM Mandiri;
2. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan PNPM Mandiri;
3. Menilai hasil, manfaat dan dampak dari pelaksanaan
PNPM Mandiri terhadap pengurangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja
bagi masyarakat miskin:
4. Mengusulkan pilihan-pilihan peningkatan efektifitas
pelaksanaan PNPM mandiri kepada Tim Pengarah;
5. Melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan PNPM Mandiri kepada Menteri Koordinator Bidang Kesra minimal setiap
3 bulan .
6. Merumuskan konsep kebijakan operasional,
perencanaan dan mekanisme pengendalian PNPM Mandiri yang dituangkan dalam
bentuk berbgai pedoman dan surat edaran.
7. Melaksanakan hal-hal lain yang ditentukan kemudian
oleh Tim Pengarah.
Untuk
kelancaran koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri, lingkup tanggung jawab instansi
pusat yang tergabung dalam Tim Pelaksana PNPM Mandiri terbagi atas aspek
sebagai berikut:
- Koordinasi pengendalian PNPM Mandiri → Kantor Kementerian Koordinasi Kesra.
- Perencanaan dan pengembangan kebijakan serta monitoring dan evaluasi → Bappenas.
- Pembiayaan → Departemen Keuangan.
- Pelaksanaan dan pembinaan teknis → masing-masing Departemen Teknis terkait.
a. P2KP : Departemen Perkerjaan Umum,
Ditjen Cipta Karya.
b. PPK : Departemen Dalam Negeri, Ditjen
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
c.
P2DTK : Bappenas
d. PISEW : ----
- Sosialisasi dan komunikasi → Departemen Komunikasi dan Informatika.
Pelaksanaan
masing-masing program dikelola oleh Satuan Kerja yang dibentuk di masing-masing
departemen teknis terkait.
Penanggung
jawab pengelolaan program tingkat nasional PNPM Mandiri adalah Departemen Teknis
terkait yang bertindak sebagai lembaga penyelenggara program (executing
agency) yang dalam pelaksanaannya menunjuk Satuan Kerja di masing-masing
departemen terkait yang selanjutnya membentuk PMU (Project Management Unit)
yang diketuai oleh seorang Kepala PMU sebagai penangung jawab operasional
kegiatan seluruh pelaksanaan program, sedangkan untuk urusan administrasi
keuangan dan personalia ditunjuk Satker PBL yang untuk pelaksanaan tugas
sehari-hari ditunjuk PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
Untuk
melaksanakan tugas tersebut PMU dibantu oleh Konsultan Manajemen Pusat (KMP)
PNPM Mandiri Perkotaan yang bertugas melakukan pengawasan, pengorganisasian dan
pengendalian KMW-KMW (Konsultan Manajemen Wilayah). PMU juga dibantu oleh Tim
Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang bertanggung jawab dalam merumuskan
pengembangan konsep dan penyusunan pedoman umum program, termasuk melakukan
kajian-kajian substantif yang dibutuhkan.
Daerah
Struktur organisasi
PNPM Mandiri di daerah terdiri dari:
a. Tim Koordinasi PNPM Mandiri Provinsi
Dalam rangka
koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri, di daerah dibentuk Tim Koordinasi PNPM
Mandiri Provinsi yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait di
daerah di bawah koordinasi TKPKD Provinsi. Tim ini dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan yang dikeluarkan oleh penanggungjawab TKPKD Provinsi.
Tugas Tim
Koordinasi PNPM Mandiri Provinsi, adalah sebagai berikut:
- Mengkoordinasikan substansi pedoman teknis operasional program-program PNPM Mandiri di provinsi.
- Mengkoordinasikan penyusunan anggaran dan bantuan teknis berbagai kegiatan program sektoral di provinsi.
- Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri di provinsi.
- Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PNPM Mandiri di provinsi.
- Mensinergikan kegiatan pusat dan daerah.
- Memantau dan membantu penyelesaian berbagai permasalahan yang timbul di dalam pelaksanaan kegiatan serta mengambil tindakan/sanksi yang diperlukan.
- Melaporkan perkembangan kegiatan, hasil audit, dan evaluasi kepada Gubernur.
- Memastikan bahwa proses kegiatan sesuai dengan pedoman PNPM Mandiri.
Untuk
memperlancar pelaksanaan operasional Tim Koordinasi PNPM Mandiri, di provinsi
dapat dibentuk Satuan Kerja (Satker) yang mendukung operasional di ruang lingkup
wilayah provinsi untuk pelaksanaan tugas-tugas tim yang bersumber dari APBD
Provinsi. Penunjukkan satuan kerja tersebut ditentukan oleh gubernur.
- Tim Koordinasi PNPM Mandiri Kabupaten/Kota
Dalam rangka
koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri, di daerah dibentuk Tim Koordinasi PNPM
Mandiri Kabupaten/Kota yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait di
daerah di bawah koordinasi TKPKD Kabupaten/Kota. Timini dibentuk berdasarkan
Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh penanggungjawab TKPKD Kabupaten/Kota.
Tugas Tim Koordinasi PNPM Mandiri Kabupaten/Kota, adalah sebagai berikut:
- Mengkoordinasikan substansi pedoman teknis operasional program-program PNPM Mandiri di kabupaten/kota.
- Mengkoordinasikan penyusunan anggaran dan bantuan teknis berbagai kegiatan program sektor.
- Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri di kabupaten/kota.
- Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PNPM Mandiri kabupaten/kota.
- Mensinergikan kegiatan pusat dan daerah.
- Memantau dan membantu penyelesaian berbagai permasalahan yang timbul di dalam pelaksanaan kegiatan serta mengambil tindakan/sanksi yang diperlukan.
- Melaporkan perkembangan kegiatan, hasil audit, dan evaluasi kepada bupati/ walikota.
- Memastikan bahwa proses kegiatan sesuai dengan pedoman PNPM Mandiri.
- Satuan Kerja PNPM Mandiri di Kabupaten/Kota
Pelaksanaan
PNPM Mandiri di kabupaten/kota dilakukan oleh satuan kerja kabupaten/kota. Kecamatan
merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten/kota yang memberikan
pelayanan kepada desa/kelurahan dan bertugas memfasilitasi desa/ kelurahan
dalam rangka kerjasama antar desa/kelurahan bagi kepentingan program. Kecamatan
juga bertugas untuk melakukan pembinaan, penguatan kapasitas kelembagaan
kerjasama antar desa/kelurahan, serta mengelola administrasi kegiatan yang
diperlukan guna menjamin akuntabilitas dan transparansi program. Dalam rangka
tugas tersebut, di kecamatan dibentuk gugus tugas pelaksanaan (Penanggungjawab
Operasional Kegiatan/PjOK) yang ditetapkan melalui SK Bupati/ Walikota.
- Masyarakat/Komunitas
Masyarakat
membentuk atau mengembangkan kelembagaan masyarakat yang salah satu fungsinya
adalah mengelola kegiatan di kecamatan dan desa/kelurahan. Kelembagaan di
kecamatan adalah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) dengan Musyawarah Antar Desa
(MAD) sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan dan Unit Pengelola Kegiatan
(UPK) sebagai pengelola yang bertanggungjawab kepada MAD. Sedangkan untuk
kecamatan di wilayah perkotaan tidak dibentuk lembaga khusus. Musyawarah antar
kelurahan/desa dilakukan melalui musyawarah perencanaan pembangunan
(Musrenbang) kecamatan reguler. Agar proses di dalam forum-forum musrenbang
tersebut berjalan sesuai aturan yang ada, fasilitator PNPM Mandiri perlu
memastikan bahwa hasil perencanaan partisipatif PNPM menjadi masukan Musrenbang
Kecamatan dan wakil-wakil masyarakat, termasuk dari lembaga keswadayaan
masyarakat, dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan di forum-forum
tersebut.
Kelembagaan
PNPM Mandiri di desa/kelurahan adalah lembaga keswadayaan masyarakat yang
dibentuk, ditetapkan oleh masyarakat, dan bertanggungjawab kepada masyarakat
melalui musyawarah desa/kelurahan. Lembaga ini berfungsi secara kolektif dan
bertanggungjawab terhadap pengelolaan kegiatan PNPM Mandiri di desa/kelurahan.
Prinsip pemilihan keanggotaan dan kepengurusan lembaga tersebut adalah
langsung, umum, bebas, dan rahasia. Proses pemilihan dilakukan dengan cara:
tanpa kampanye, tanpa pencalonan, berjenjang mulai dari tingkat basis dengan
menggunakan kartu pilih, berdasarkan rekam jejak perilaku dan perbuatannya.
Keanggotaan dan kepengurusan bersifat suka rela dan periodik berdasarkan
kesepakatan masyarakat.
Untuk
mendukung pengelolaan program, perlu mengembangkan tenaga penggerak/pelopor
masyarakat di dalam melaksanakan kegiatan PNPM Mandiri dan pembangunan di
lingkungannya. Para penggerak tersebut diambil dari warga masyarakat setempat
yang peduli dengan lingkungannya, memiliki komitmen yang besar terhadap
pembangunan masyarakatnya, dan tidak pamrih. Kelompok-kelompok masyarakat yang
sudah ada dapat menjadi pemanfaat, pelaksana, atau pengelola kegiatan PNPM
Mandiri.
F
Bisnis
Proses
Lokasi PNPM Mandiri diutamakan pada kecamatan yang memiliki kriteria
berikut;
a. Memiliki jumlah penduduk miskin cukup besar
b. Tingkat pelayanan dasar rendah
c.
Tingkat
kapasitas fiskal rendah
d. Memiliki desa/kelurahan tertinggal.
Penentuan lokasi PNPM-Inti ditetapkan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri. Tim
Pengendali setelah menentukan lokasi, menanyakan kesediaan dan komitmen daerah
tersebut untuk melaksanakan PNPM Mandiri dan penyediaan dana pendamping. Penetapan
lokasi dilakukan oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri untuk mencegah tidak adanya 2
program yang berjalan pada satu kecamatan yang sama.
Setelah daerah tersebut ditetapkan untuk menjadi tempat dilaksanakannya
PNPM Mandiri dan daerah tersebut bersedia untuk melaksanakan program dimaksud,
maka TKPKD Kabupaten/Kota menunjuk Satuan Kerja Pelaksanaan Daerah
(SKPD)-biasanya Satker yang ditunjuk adalah satker yang sesuai dengan instansi
pelaksana program-. Pada saat awal ini dilakukan tahap persiapan. Kegiatan-kegiatan
yang termasuk dalam tahap persiapan ini adalah :
a. Pelatihan Konsultan Manajemen Pusat (KMP)
Kegiatan ini
dilaksanakan oleh PMU masing-masing program dengan difasilitasi oleh Tim
Persiapan PNPM 2008.
b. Pelatihan bagi staff proyek
Diselenggarakan
oleh PMU dengan diikuti oleh seluruh staff proyek berserta satker Provinsi.
c.
Pelatihan
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW)
Kegiatan
tersebut dilaksanakan oleh Konsultan Manajemen Pusat dengan difasilitasi oleh
Tim Persiapan PNPM 2008.
d. Pelatihan bagi tim pelatih PNPM Mandiri
Diselenggarakan
oleh KMP dengan difasilitasi oleh Tim Persiapan PNPM 2008. Kegiatan dimaksud
bertujuan agar tersedianya tim pelatih PNPM Mandiri.
e.
Lokakarya
Orientasi PNPM Mandiri Tingkat Provinsi
Kegiatan ini
dilaksanakan oleh Bappeda dan difasilitasikan oleh TKPK-D dengan narasumber
KMW, satker provinsi dan pemerintah provinsi. Kegiatan ini diikuti oleh
walikota/bupati, bappekot/kab, DPRD Provinsi, dinas/instansi terkait.
f.
Serangkaian
Proses Rekruitmen Koordinaator Kota (Korkot), asisten korkot dan fasilitator
kelurahan.
Diselenggarakan
oleh KMW dan diikuti oleh calon Korkot, asisten korkot dan fasilitator
kelurahan untuk kemudian dilakukan penyaringan calon terbaik yang akan
diikutsertakan pada pelatihan dasar yang merupakan proses rekrutmen terakhir
g.
Pelatihan
bagi Korkot, asisten korkot dan fasilitator kelurahan
Kegiatan ini
dilaksanakan oleh KMW dengan fasilitator dan narasumber tim pelatih PNPM
Mandiri. Kegiatan ini merupakan tahap akhir proses rekruitmen.
h. Pelatihan bagi pemerintah kota/kabupaten (anggota
TKPK-D, PJOK, dan dinas/instansi terkait)
Diselenggarakan
oleh Bappekot/kab dengan difasilitasi oleh KMW dan tim pelatih.
i.
Lokakarya
orientasi PNPM tingkat kota/kabupaten.
Lokakarya ini
diselenggarakan oleh Bappekot/kab dengan difasilitasi oleh TKPK-D dan PJOK dan
narasumber KMW. Kegiatan dimaksud diikuti oleh Camat, lurah/ kades, dinas/instansi terkait & tokoh-tokoh masyarakat/
kelompok strategis
j.
Lokakarya
orientasi PNPM tingkat kota/kabupaten.
Kegiatan ini
diselenggarakan oleh PJOK, difasilitasi oleh TKPK-D dan narasumber KMW. Wakil-wakil kelurahan/desa: DK atau BPD, Ka.Dusun, RW,
RT, wakil organisasi masyarakat, dan tokoh-tokoh masyarakat dari seluruh calon
lokasi kelurahan sasaran di kecamatan bersangkutan.
Hasil dari kegiatan
dimaksud, diharapkan Lurah/Kades. RW,RT, Kadusun, BPD/DK, tokoh masyarakat
setempat paham substansi, nilai, prinsip, dan mekanisme pelaksanaan PNPM
Mandiri. Serta Kesepakatan Rencana Tindak Lanjut untuk meneruskan informasi kepada
masyarakat dan mengadakan rembug warga untuk menerima atau menolak pelaksa-naan
PNPM Mandiri dan memilih Relawan Masyarakat
Masyarakat membentuk atau mengembangkan kelembagaan masyarakat yang salah
satu fungsinya adalah mengelola kegiatan di kecamatan dan desa/kelurahan. Kelembagaan
di kecamatan adalah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) dengan Musyawarah Antar
Desa (MAD) sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan. Agar proses di dalam forum-forum
musrenbang tersebut berjalan sesuai aturan yang ada, fasilitator PNPM Mandiri
perlu memastikan bahwa hasil perencanaan partisipatif PNPM menjadi masukan
Musrenbang Kecamatan dan wakil-wakil masyarakat, termasuk dari lembaga
keswadayaan masyarakat, dapat terlibat dalam proses pengambilan keputusan di
forum-forum tersebut.
Kelembagaan PNPM Mandiri di desa/kelurahan adalah lembaga keswadayaan
masyarakat yang dibentuk, ditetapkan oleh masyarakat, dan bertanggungjawab
kepada masyarakat melalui musyawarah desa/kelurahan. Lembaga ini berfungsi
secara kolektif dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan kegiatan PNPM Mandiri
di desa/kelurahan.
Lembaga masyarakat ini bertanggung jawab untuk mengelola Bantuan Langsung
Masyarakat yang diterima masyarakat. Pencairan dana BLM yang disalurkan pada
LKM-LKM tidak langsung diberikan seluruhnya, namun diserahkan secara bertahap.
Penyerahan tahap pertama diberikan jika LKM tersebut telah terbentuk sesuai
dengan ketentuan PNPM Mandiri, menandatangani Surat Perjanjian Pemberian
Bantuan (SPPB) dan melampirkan Program Jangka Menengah
(PJM) dan Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan (termasuk rencana
penggunaan dana BLM per tahap) yang telah disepakati masyarakat dan
diverifikasi KMW kepada PJOK. Pencairan tahap-tahap
berikutnya dapat dilakukan jika LKM tersebut berdasarkan penilaian kinerja oleh
KMW menunjukkan hasil memadai dan dana yang diserahkan sebelumnya telah
terserap sebanyak 90%. Jika berdasarkan penilaian KMW ternyata kinerja LKM dan
masyarakat setempat dinilai tidak memuaskan, maka KMW dapat mengusulkan
penundaan pencairan BLM dalam batas waktu yang ditetapkan oleh KMW.
Dana Bantuan Langsung Masyarakat yang bersumber dari instansi
pelaksana/Pemerintah diserahkan langsung kepada LKM-LKM tersebut tanpa melalui
pemerintah daerah terlebih dahulu dan bersifat hibah langsung Pemerintah kepada
LKM.
Lembaga Keswadayaan Masyarakat ini memiliki tiga (3) Unit Pengelola
Kegiatan yang bertugas menetapkan
kebijakan dan mengawasi proses pemanfaatan dana bantuan langsung masyarakat
(BLM) sehari-hari. UPK ini terdiri atas :
- UPK Komponen Lingkungan :
a. Pembangunan sarana dan prasarana perumahan dan
permukiman, baik kepentingan masyarakat umum, dan/atau kepentingan warga miskin
(rumah kumuh, dll).
b. Pengelolaan kegiatan bergulir untuk peningkatan
kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman seperti arisan MCK,
jalan setapak, perbaikan rumah, dll..
- UPK Komponen Sosial :
a. Pelatihan KSM untuk pengembangan kapasitas/ penguatan organisasi.
Penyiapan dan penciptaan peluang usaha melalui pelatihan dan praktek
ketrampilan usaha bagi warga-warga miskin yang belum produktif.
b. Program sosial yang sifatnya bantuan yg diupayakan berkelanjutan
seperti program peningkatan gizi balita, program penuntasan wajib belajar 9
tahun, dll.
- UPK Komponen Ekonomi :
a. Usaha ekonomi produktif.
b. Pengembangan modal ekonomi keluarga, yang bermanfaat
langsung bagi peningkatan pendapatan keluarga miskin.
Setelah program selesai dilaksanakan dan desa tersebut tidak termasuk
kedalam desa yang diikutsertakan dalam program tahun berikutnya, masyarakat
bebas untuk meneruskan lembaga masyarakat tersebut dengan bentuk lembaga
diserahkan kepada keputusan masyarakat (bisa berbentuk koperasi, yayasan, BPR
atau tetap seperti sebelumnya)
Dana yang digunakan untuk melaksanakan BLM adalah dana pendamping yang
berasal dari APBD daerah terlebih dahulu, baru setelah itu digunakan dana dari
APBN instansi pelaksana. Penggunaan dana pendamping daerah terlebih dahulu
untuk membuktikan bahwa pemerintah daerah memang memiliki komitmen dalam
pelaksanaan program tersebut.
Pemberian dana dari pemerintah daerah maupun pemerintah kepada masyarakat
dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat dapat dimanfaatkan untuk pembangunan
sarana dan prasarana, kegiatan sosial maupun pinjaman dana bergulir kepada
masyarakat. Penggunaan dana BLM digunakan secara cukup luwes dengan berpedoman
pada PJM Pronangkis dan kesepakatan warga. Penggunaan dana BLM dimaksud tidak
boleh untuk :
1. Kegiatan yang berkaitan dengan politik praktis
2. Kegiatan militer atau semi-militer
3. Deposito atau kegiatan yang berkaitan dengan usaha
memupuk bunga bank
4. Kegiatan yang memanfaatkan BLM sebagai jaminan atau
agunan atau garansi, baik yang berhubungan dengan lembaga keuangan dan
perbankan maupun pihak ketiga lainnya
5. Pembebasan lahan
6. Pembangunan rumah ibadah
7. Pembangunan gedung kantor pemerintah atau kantor
LKM
8. Kegiatan-kegiatan yang berdampak negatif terhadap
lingkungan, penduduk asli dan kelestarian budaya lokal.
9. Kegiatan yang bertentangan dengan hukum, nilai
agama, tata susila dan kemanusiaan.
Penggunaan dana Bantuan Langsung Masyarakat tersebut dibatasi 25% minimal
untuk dana bergulir dan dari total dana Bantuan Langsung Masyarakat yang
diberikan 30%-nya diperuntukkan untuk perempuan. Pembatasan 25% tersebut
dimaksudkan untuk mencegah masyarakat dalam penggunaan dana yang ditujukan
untuk program tersebut digunakan hanya untuk pembangunan sarana dan prasarana
saja. Hal ini dikarenakan pembangunan sarana dan prasarana tidak bersifat
berkelanjutan, dimana jika pembangunan sarana dan prasarana tersebut telah
selesai dilaksanakan maka sampai disitu juga kegiatan masyarakat tersebut dan
pembangunan sarana dan prasarana tersebut tidak bersifat pemberdayaan
masyarakat. Pembangunan sarana dan prasana ini berbeda dengan dana bergulir
yang digunakan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan usaha masyarakat yang
sifatnya berkelanjutan dan produktif.
Jika kegiatan tersebut adalah kegiatan pembangunan infrastruktur, maka dana
tidak langsung diberikan seluruhnya, namun dibagi dalam beberapa tahapan.
Setelah pembangunan menyetuh persentase tertentu, masyarakat menyerahkan
laporan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan format yang ditentukan untuk
pencairan tahap berikutnya, begitu seterusnya sampai pembangunan infrastruktur
tersebut selesai dikerjakan.
Masyarakat yang menginginkan kegiatan mereka (pembangunan sarana dan
prasarana, kegiatan sosial maupun pemanfaatan dana bergulir) harus membentuk
suatu kelompok dan membuat proposal sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Dalam penyusunan kegiatan, masyarakat dapat memanfaatkan pendampingan dari
fasilitator yang disediakan di kecamatan.
Proposal kegiatan tersebut diserahkan kepada Lembaga Keswadayaan Masyarakat
di desa untuk ditentukan apakah layak atau tidak dan melihat apakah mengandung negative list. Jika Proposal
tersebut dianggap layak untuk dibiayai
menggunakan BLM oleh LKM maka KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) akan menerima
dana tersebut.
Pengawasan penggunaan dana yang telah diterima oleh masyarakat tersebut
dilakukan oleh UPK bersama-sama dengan masyarakat. Dikarenakan dana yang
diberikan oleh Daerah dan Pemerintah kepada LKM adalah hibah langsung kepada
masyarakat, maka Pemda dan Pemerintah tidak lagi memiliki hak atas dana
tersebut, sehingga kontrol hanya dapat dilakukan oleh masyarakat.
[1] Slide Paparan Deputi Menkokesra Bidang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan dalam Seminar Nasional Hari Ulang Tahun INKINDO Ke-29
”Trend Pembangunan Berbasis Masyarakat”,. Jakarta 10 Juli 2008.
[2] Tim ini nantinya merumuskan Pedoman Umum
PNPM Mandiri dalam bentuk Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan No: 25/kep/menko/kesra/vii/2007
Tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
[3] Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan No: 25/kep/menko/kesra/vii/2007
Tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri